Oleh : Eddy Siswanto
Kepala Bappeda Provinsi DI Yogyakarta
Gunung Merapi diperkirakan berdiri kokoh sejak 400.000 tahun yang lalu di sisi utara Provinsi DIY dan berjarak sekitar 30 Km dari kota Yogyakarta. Secara administratif termasuk dalam beberapa wilayah Kabupaten yaitu Sleman di provinsi DIY, dan Kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali di Provinsi Jawa Tengah . Sesuai asal katanya meru dan api yang berarti gunung dan api, dengan letusan-letusannya secara aktif telah mengeluarkan lahar panasnya sejak 100.000 tahun yang lalu. Gunung ini sekaligus menjadi batas antara Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah. Merapi sering menjadi pusat perhatian karena sangat aktif dan mempunyai frekuensi erupsi yang tinggi. Secara geologis, Gunung Merapi tumbuh di atas dua jalur sesar kuarter yang saling tegak lurus di Jawa bagian tengah, yaitu kelurusan vulkanik Ungaran-Telomoyo-Merbabu–Merapi yang berarah utara–selatan dan kelurusan vulkanik Lawu- Merapi-Sumbing-Sindoro–Slamet yang berarah timur-barat.
Jenis sesar yang terjadi adalah patahan mendatar, dan di sepanjang dua bidang sesar tersebut kemudian muncul deretan gunungapi dimulai dari Ungaran tua yang berumur Pleistosen Awal hingga Merapi yang masih aktif hingga sekarang. Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Sejak tahun 1006 sampai Februari 2001, gunung ini diketahui telah meletus sebanyak 82 kali (Data Dasar Gunungapi Indonesia, 1979 dan Data Website Departemen ESDM, 2008). Siklus letusan Merapi dibagi dalam siklus pendek (2-5 tahun), siklus menengah (5 7 tahun) dan siklus panjang (lebih dari 30 tahun). Menurut catatan kami, hampir setiap 5 tahun Gunung Merapi selalu meletus. Dengan ketinggian 2.968 meter diatas permukaan laut, puncak merapi berbentuk kerucut dan runcing dengan pertumbuhan yang relatif cepat, sehingga secara umum produk aktivitas Merapi tersebar pada radius yang tidak terlalu jauh dari puncak Merapi dengan jangkauan luncuran awan panas dapat mencapaisampai dengan 13 km dari titik semburan.
Siklus letusan Merapi mempunyai karakterisitik yang khas, yang dimulai dari pertumbuhan kubah lava, kemudian gugur dan menghasilkan awan panas. Kubah lava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam mengalami runtuh yang kemudian diikuti oleh guguran lava pijar. Runtuhan kubah lava dan guguran lava ini dalam volume besar akan berubah menjadi awanpanas guguran (rock avalance), atau lebih dikenal dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700oC) yang meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak dari setiap siklus letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awan panas guguran akibat hancurnya kubah. Pada akhir siklus, secara bertahap akan terbentuk kubah lava yang baru.
Aktivitas Merapi yang sangat intensif tentunya membawa ancaman bagi penduduk di sekitar lereng Merapi, terutama penduduk di Kecamatan Cangkringan, Turi, Pakem dan Tempel yang termasuk dalam wilayah administrasi Province Daerah Istimewa Yogyakarta. Kategori bahaya letusan gunung api terdiri atas bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya Primeradalah bahaya yang langsung menimpa penduduk ketika letusan berlangsung. Misalnya, awan panas, udara panas (surger) sebagai akibat samping awanpanas, dan lontaran material berukuran blok (bom) hingga kerikil. Sedangkan bahaya sekunder terjadi secara tidak langsung dan umumnya berlangsung pada purna letusan, misalnya perkebunan atau rumah. Dengan kata lain, bahaya sekunder merupakan efek samping dari produk Merapi yang merupakan bahaya primer. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan sejak abad ke 15, setiap kali Merapi meletus bisa dipastikan selalu meminta korban jiwa, walaupun kecenderungan jumlahnya semakin berkurang. Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang rentan terhadap bencana alam dan merupakan bagian dari kawasan lindung, adapun untuk bencana alam yang terjadinya karena letusan gunung api, gempa bumi, aliran lahar, banjir atau yang merupakan fenomena alam lainnya. Akibat yang ditimbulkan oleh bencana alam ini sangat merugikan serta menyebabkan penderitaan bagi manusia karena dapat mengurangi kesempatan masyarakat untuk terus menjalankan estafet pembangunan, menanamkan investasi yang lebih besar, menciptakan kegiatan baru maupun melaksanakan upaya pengembangan gagasan bagi perbaikan kehidupan masyarakat itu sendiri.
Potensi Gunung Merapi
Adapun sebab-sebab penduduk menempati kawasan merapi yang merupakan kawasan rawan bencana jelas dikarenakan akibat pertambahan jumlah penduduk yang telah meningkat berlipat ganda sehingga membutuhkan ruang sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha, sedangkan ruang yang terdistribusikan bersifat tetap, kalaupun terdapat penambahan luas daratan dapat dikatakan tidak berarti dibandingkan peningkatan jumlah penduduk. Akibatnya penduduk terpaksa menempati lokasi yang rawan bencana. Hal ini tidak berhenti sampai disini, selain menempati lokasi rawan bencana penduduk juga melakukan kegiatan yang merusak lingkungan, seperti: penggundulan hutan sehingga menyebabkan longsor dan banjir, pembuangan sampah pada sungai yang akan menyebabkan banjir dan wabah penyakit.
Alasan lain yang cukup mendasar adalah bahwa kawasan sekitar Merapi memiliki potensi wisata yang unik dengan segala aspek vulkanik yang dimilikinya. Potensi wisata ini semakin menarik dengan telah difungsikannya Museum Gunung Merapi (MGM) dengan segala kelengkapannya yang berlokasi di Kaliurang sehingga sangat mendukung wisata berbasis ilmu pengetahuan. Selain pariwisata, potensi pertanian yang didukung kesuburan tanah dilereng Merapi sangat baik untuk pengembangan sektor pertanian. Potensi penambangan batu, pasir dan abu yang sangat besar kuantitasnya untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur fisik yang mudah dieksplorasi penduduk. Disamping potensi-potensi tersebut adanya pengaruh ikatan budaya bagi penduduk berkaitan erat dengan pengaruh kraton Yogyakarta yakni hidup berdampingan secara harmonis dengan alam.
Alasan alasan diatas apabila dikembangkan dengan optimal dengan mengedepankan aspek lingkungan dan memperhatikan kemungkinan yang terjadi dari aspek bahaya erupsi, tentu akan sangat mendukung untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Menarik untuk di simak pandangan Sri Sultan Hamangkubuwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada saat peresmian MGM yang menyatakan bahwa saat ini Provinsi DIY telah memiliki MGM, Museum Gumuk Pasir di Parangtritis dan lebih baik lagi jika dilengkapi dengan Museum Karst dengan bermacam type dan jenisnya. Disamping tersedianya Sabo Centre yang dimaksudkan selain penelitian dalam penanganan konstruksi sabo dam juga untuk meningkatkan taraf hidup dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Ini bermakna bahwa untuk dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan alam diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang karakter dan sifat alam. Untuk itulah maka DIY siap untuk menjadi pusat riset/ penelitian dan tempat pembelajaran yang utama (Centre of Excellence) bagi semua orang dalam memahami alam dengan segala tindak tanduknya. Arahan pengembangan yang dilakukan pada kawasan rawan bencana adalah dengan menciptakan kesempatan yang sama bagi penduduk untuk dapat merasa aman didaerah tempat tinggalnya. Pengembangan ini berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam menangani masalah bencana di daerahnya.
Pentingnya Pengelolaan Bersama Kawasan Gunung Merapi
Setiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secarautuh dan menyeluruh melibatkan setiapa spekekologi , mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan, di setiap wilayah, dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan. Cara hidup masyarakat Gunung Merapi sangat khas dan memiliki hubungan saling keterkaitan yang telah menjadi identitas sosial-budaya. Tak dapat disangkal bahwa identitas sosial-budaya adalah kekuatan masyarakat dalam memper tahankan keberadaannya. Sebaran ancaman letusan Gunung Merapi tidak mengenal batas wilayah administratif. Perubahan tingkat aktifitas Gunung Merapi dapat dikaji gejalanya namun sulit diprediksikan waktu terjadinya letusan, intensitas dan sebaran material letusannya. Gejala yang teramati di satu kabupaten akan menjadi informasi penting bagi proses pengambilan keputusan bertindak di kabupaten lainnya.
Urusan kemanusiaan melampaui batas-batas administratif. Di kawasan perbatasan Kabupaten Klaten-Boyolali- Magelang-Sleman, masyarakat dari satu kabupaten secara nyata hanya dapat menghindari bahaya letusan Merapi dengan evakuasi ke wilayah kabupaten lainnya.Menyadari kenyataan ini, diperlukan kerjasama lebihbaik antar pemerintah kabupaten dalam penanganankedaruratan lintas batas. Di tingkat masyarakat, kerjasama antar kabupaten telah terjalin dan menjadi kebutuhan sertakesadaran bersama.Peran Pemerintah baik pusat dan daerah dalam penanganan kawasan merapi baik dalam pra bencana, tanggap darurat maupun paska bencana sangat signifikan.Dari aspek fisik antara lain Pembangunan infrastruktur bangunan pengendali banjir lahar (sabo dam) dibanyak tempat disepanjang kali yang berada di kaki Merapi (kali Gendol, Boyong, Bebeng, dan Opak) yang semula cukup berfungsi sebagai bangunan penahan kini juga dapat memberikan nilai tambah untuk mendukung pertanian dan perikanan rakyat disamping sebagai jalan penghubung antar desa pada saat aman.
Penyediaan Barak Pengungsianyang layak huni sehingga pengungsi dan keluarganya dapat untuk sementara hidup dengan wajar sebagai keluarga dan masyarakat. Jalur evakuasi menuju barak pengungsian yang dibangun dengan lebar dan permukaan jalan aspal yang cukup dan baik serta menjamin untuk pergerakan orang dan barang dengan cepat dengan menggunakan kendaraan roda dua atau beroda empat. Begitu juga dalam penjaminan kesehatan, sosial dan budaya yang kesemuanya bermuara pada jaminan kehidupan masyarakat. Namun yang dipastikan dan diharapkan lebih berperan adalah masyarakat yang siap dalam melihat kawasan Merapi yang rawan bencana sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Forum Merapi Sebagai Wujud Kerjasama Lintas Sektor - Lintas Wilayah
Untuk penanganan bencana kawasan Gunung Merapi membutuhkan koordinasi lintas wilayah. Salah satu upaya yang sudah dilaksanakan adalah dengan membentuk sebuah Forum yang kita kenal dengan nama Forum Merapi. Wadah kebersamaan ini menjadi penting mengingat setiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secara utuh dan menyeluruh. Pengelolaan terpadu dapat melibatkan setiap aspek ekologi, kebencanaan termasuk menyangkut kepatuhan untuk mengikuti ketetapan kawasan rawan bencana untuk boleh atau tidak dibolehkannya kawasan untuk ditempati atau sebatas menjadi lahan usaha, dengan mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan di setiap wilayah. Forum Merapi mulai digagas pada awal krisis letusan Gunung Merapi Posko Aju Pemerintah Propinsi Jawa Tengah di Kota Magelang, 26 Mei 2006 oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang, Sleman, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta.
Dalam perjalanannya Forum Merapi telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tentang keorganisasian, mekanisme kerja, dan program kegiatan. Nota Kesepakatan Bersama antar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan Badan Geologi, dalam rangka penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi telah ditanda tangani pada tanggal 17 Desember 2007. Selanjutnya, pada tanggal 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Forum Merapi sebagai pernyataan sepakat untuk kerjasama membentuk dan mengikatkan diri dalam kegiatan Forum Merapi dengan obyek perjanjian kerjasama penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi. Forum Merapi diharapkan dapat menjadi wadah kebersamaan untuk menyatukan kekuatan-kekuatan dan menjembatani komunikasi antarpelaku dalam melaksanakan kegiatankegiatan bersama pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi. Forum Merapi mencakup upaya-upaya pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi secara bersama-sama antar kabupaten dan pemangku kepentingan lain tanpa menambah atau mengurangi kewenangan dan tanggungjawab dari masing-masing pemerintah daerah. Visi dari Forum Merapi adalah Terciptanya masyarakat yang memiliki ketangguhan dalam rangka menghadapi dan mengurangi risiko bencana Merapi melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan misinya adalah:
- Melakukan koordinasi antar Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi
- Mengelola aktivitas Penanggulangan Bencana antar daerah baik dalam situasi/pada saat tidak terjadi bencana, kesiapsiagaan, maupun pada saat tanggap darurat
- Menyebarluaskan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi kepada masyarakat
- Meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
- Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah, Pemerintah
Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Tujuan dalam forum ini adalah untuk menjembatani komunikasi dan pelaksanaan kegiatan bersama guna mewujudkan pengelolaan Gunung Merapi secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakatnya. Untuk pertama kali pelaku yang terlibat adalah Pemerintah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang, dan Sleman sebagai pengemban tanggungjawab utama pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi, serta Masyarakat di kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi.
Selain itu dalam pembentukannya forum ini didukung sepenuhnya oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan para pelaku kemanusiaan lainnya. Manfaat yang diharapkan dari terbentuknya forum adalahterwujudnya penguatan kapasitas dan kinerja pemerintah kabupaten sebagai penanggungjawab utama pengurangan risiko bencana dan terjalinnya kerjasama secara sinergi di lintas kabupaten dan pelaku dalam pengelolaan ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat lereng Gunung Merapi. Sumberdaya dalam menggerakkan forum yang meliputi
sarana, pendanaan, sumberdaya manusia untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan Forum Merapi dipenuhi bersama oleh masing-masing kabupaten dan dukungan tidak mengikat dari lembaga-lembaga yang terlibat. Dari identifkasi para pelaku kita temu kenali lembaga yang melibatkan diri adalah:
- Pemerintah kabupaten Klaten,
- Pemerintah kabupaten Boyolali,
- Pemerintah kabupaten Magelang,
- Pemerintah kabupaten Sleman,
- Pasag Merapi
- PMI (Klaten, Boyolali, Magelang, Sleman)
- Balai Penelitian dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK)
- GLG-GTZ
- Oxfam Great Britain
- PSMB–LPPM UPN ”Veteran” Yogyakarta
- UNDP dan UNICEF
- Lembaga lain yang berkomitmen
0 komentar:
Posting Komentar