Dari penemuan sisa-sisa barang rumah tanggga yang hancur, meleleh terkena erupsi, nantinya Ryan dapat bercerita dan melihatkan bukti-bukti kedahsyatan Merapi kepada anaknya kelak. Inilah tujuan awalnya pengumpulan barang-barang rumah tanggal yang hancur oleh Merapi. Bahwasanya, hidup berdampingan dengan Merpai ataupun berada di area bahaya itu penuh resiko agar kedepannya anaknya bisa selalu bisa belajar berdampingan dengan Merapi dan selalu hati-hati dan waspada.
Ryan nama aslinya adalah Sriyanto, selain penginisiasi museum, beliau juga bekerja di lapangan Merapi Golf di bagian gudang di bawah kepala bagian umum. Dia mengawali bekerja di Merapi Golf mulai tahun 1992 hingga saat ini. Selain itu juga dia nyambi membantu orang tua mengurusi ternak dan berkebun sepulang dari kerja dan merawat museum yang saat ini sedang di kembangkannya. Dahulu sebelum terjadi letusan Merapi tahun 2010, kampungnya Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah desa wisata yang maju dengan mengembangkan agronobisnis kopi arabika khas dari Merapi dan penunjangnya adalah mengembangkan ternak sapi perah yang menghasilkan susu berkualitas yang di pasarkan di sekitar Yogyakarta. Dari hasil perkebunan kopi dan susu perahan sapi ternak di olah dengan semi modern tersebut di kelola oleh koperasi setempat. Dusun tersebut juga mengembangkan bidang seni dengan mendirikan sanggar tari oleh Ryan juga Almarhum Ayahnya di dukung ibu Sukirah bersama Kadus Pak Pairin dengan maksud dan tujuan menggalang anak-anak untuk tetap bermain berkreasi juga melestarikan budaya tari jawa. Ryan di bantu dengan Remon (peduli kesenian) juga mendirikan kesenian musik karawitan dan grup musik Khosidahan.
“Awalnya, niatan saya tidak ingin membuat museum, waktu itu hanya perihatin saja melihat rumah-rumah sudah porak poranda, melihat puing-puing rumah itu hati saya pedih dan trenyuh, karena rumah saya ibaratkan adalah benda pusaka”, Kata Ryan Pemilik Museum Mini Sisa Hartaku. Waktu Simbah saya membuat rumahnya dahulu juga membuatnya dengan keprihatinan, mulai dari itu Ryan berinisiatif untuk membersihkan rumah yang sudah porak poranda. Ini dilakukan ‘nyambi’ setelah bekerja atau sebelum bekerja ke suatu instansi swasta di dekat rumahnya di Cangkringan. Sambil membersihkan rumah, jika keadaan lingkungan rumah itu terlihat bersih dan rapi biarpun yang nampak cuman lantai saja tetapi melihatnya itu lebih nyaman dan enak di pandang. Sambil membersihkan, Ryan menemukan sisa barang-barang rumah tangga, disamping itu dia juga penasaran barang-barang rumah tangga tersebut mengingatkan waktu dulu sebelum terkena erupsi saat menaruh dan letaknya barang-barang tersebut. Karena penasaran, ingin tahu kondisinya seperti apa setelah dampak terkena erupsi letusan gunung Merapi? Kemudian Ryan memulainya dengan menghancurkan tembok-tembok, membersihkan sedikit demi sedikit dan mulai menemukan sisa-sisa barang rumah tangga yang berserakan dan kebetulan saat di pengungsian dia merasa mendapatkan anugerah dari Tuhan karena Ryan diberikan kelahiran anak yang kedua, anaknya yang pertama sekarang sudah kelas 2 SMP. Merasa beruntung sudah di karuniai seorang anak yang di lahirkan saat di pengungsian dampak erupsi Merapi tahun 2010, hingga sekarang anaknya berumur kira-kira 2,5 tahun. Dari penemuan sisa-sisa barang rumah tanggga yang hancur, meleleh terkena erupsi, nantinya Ryan dapat bercerita dan melihatkan bukti-bukti kedahsyatan Merapi kepada anaknya kelak. Inilah tujuan awalnya pengumpulan barang-barang rumah tanggal yang hancur oleh Merapi. Bahwasanya, hidup berdampingan dengan Merpai ataupun berada di area bahaya itu penuh resiko agar kedepannya anaknya bisa selalu bisa belajar berdampingan dengan Merapi dan selalu hati-hati dan waspada.
Dari situlah, Ryan sengaja mengumpulkan dan mulai mencari sisa-sisa barang rumah tangga semakin banyak dan semakin nambah dari hari ke hari. Tetapi, saat itu dia belum mempunyai ide untuk membuat museum. Di sebrang jalan di rumah Pak Lik nya Ryan, ada relawan dari Jepara dari pondok pesantren yang sedang membersihkan rumah-rumah yang hancur yang diakibatkan letusan Merapi. Kemudian Ryan berinisiatif untuk meminta tolong kepada relawan tersebut, dan permintaannya dipenuhi. Waktu itu di bagi beberapa kelompok kelompok untuk membersihkan seluruh bagian-bagian rumahnya. Pada saat relawan membersihkan di rumah Ryan, mereka menemukan sisa jam dinding, dan waktu Ryan datang, relawan berteriak-teriak memberitahukan bahwa mereka menemukan jam dinding tersebut yang di sudah di letakkan di atas selokan. Dan waktu Ryan mengecek jam dinding itu, dilihat kondisinya jam tersebut jarum jamnya masih kelihatan jelas sekali dan jarumnya sudah tertanam di plastiknya karena sudah meleleh. Ryan sebetulnya terinspirasi oleh temennya Bambang yang mempunyai camping ground di Umbulharjo untuk mengumpulkan sisa-sisa erupsi. Mulai dari situ, timbulah pemikiran untuk membuat museum dan semangat untuk mengoleksi barang sisa erupsi dan dipajang hingga saat ini. Sekarang koleksinya semakin banyak dan dipamerkan untuk umum dan gratis.
Ada kain dekorasi kas punyanya Karangtaruna cangkringan ketemu dan terbakar kemudian di bersihkan oleh Ryan dan dirangkai dibuat umbul-umbul di didirikan di sepanjang jalan depan rumahnya yang sekarang di buat untuk pameran koleksinya sebagai museum. Tak pelak, banyak cibiran dan di ketawain oleh tetangganya bahkan ibunya sendiri, kadang malah dia kira stress atau gila karena semua hartanya sudah habis terbakar termasuk rumahnya. Tetapi Ryan tak gentar untuk tetap mengkoleksinya sebagai barang-barang seni yang nantinya akan menjadi sangat berharga, bernilai dan sebagai bukti pembelajaran bahwa penting hidup berdampingan dengan Merapi dengan bahaya. Ada temennya dari Kaliurang, namanya Wanto yang ingin survey jalur wisata untuk Jeep off road melintasi seputaran dampak letusan Merapi dan kebetulan dia mengetahui bahwa Ryan memajang menata-nata barang-barang sisa erupsi di letakkan di rumahnya, akhirnya Wanto mampir dan memberikan semangat untuk tetap mencari dan berusaha untuk memberi dorongan memperlengkap koleksi. Sehingga jika wisata Jeep off road nya sudah jadi maka pengunjung akan di ajak untuk melihat koleksi barangbekas erupsi Merapi karena ini merupakan bukti nyata kedahsyatan erupsi Merapi dan sebagai sumber pengetahuan yang tak ternilai harganya. Ryan semakin semangat untuk mengembangkan museumnya. Bambang juga memberikan mendukung apa yang di lakukan Ryan.
Dari ide gagasan Ryan yang tidak di sengaja ini, dia berharap yang paling utama untuk tetangga disekitar rumahnya adalah jika ingin berusaha untuk bergabung membangun usaha jualan di areal museum di persilahkan. Ryan tidak akan mengkomersilkan dan sebagai ladang bisnis semata dalam membangun museumnya yang telah dirintisnya. Artinya pengunjung yang masuk museum mini hartaku tidak di pungut biaya. Ini merupakan komitmen dia yang di pegang teguh. Ryan hanya menerima donasi dengan ikhlas dengan meletakkan kotak amal sebagai untuk dana sosial dan sisanya untuk pengembangan menjaga aset museum. Ryan juga mengatakan, “tetangga sekitar dapat ikutan berusaha nimbrung untuk meramaikan museum dengan bisa membangun kios jualan untuk peningkatan taraf perekonomiannya”.
Ryan menginginkan agar Dinas Pariwisata tahu ada salah satu warganya ini yang punya inisiatif dengan kesadaran sendiri untuk melestarikan aset pengetahuan dan mengkoleksi barang yang menjadi saksi letusan Merapi dan juga ikutan aktif mengembangkan harta budaya sebagai museum yang di kembangkannya. “Etalase sangat diperlukan untuk melindungi dan menjaga agar barang-barang koleksi sisa erupsi tetap terjaga dengan baik tetapi dana untuk membuat etalase itu belum bisa Saya wujudkan”, Ryan menambahkan.
Beberapa cerita mengenai koleksinya yang menarik adalah bangkai sepeda motor yang terbakar yang di dapatnya dari salah seorang teman akrab pegiat di organisasi kesiapsiagaan namanya Pasag (Paguyuban Sabuk Gunung) Merapi, Totok dari dusun Srodokan, saat itu mempunyai 3 unit motor yang terbakar dan diminta untuk di beli sebagai penambah koleksi museum tetapi keluarga Totok tidak menginjinkannya, hanya saja jika sepeda motor itu di pajang di museum asal tidak di jual di perbolehkan. Ada juga beberapa benda-benda pusaka dari teman lainnya mengantarkan secara suka rela untuk kepentingan museum. [Nuno]
Begitu saya sampai di museum mini rumah pak tyan tidak bisa saya berkata kata hanya yertegun begitu dasyatnya erupsi merapi terlebih guide bercerita suhu material yang dilontarlan gunung merapi yang hampir 1000 derajat saya hanya bisa merenung hanya kuasa Allah SWT yang bisa menggerakna semua ini, dan saya hanya bisa merasakan bulu luduk bersiri sepanjang perjalanan lava tour, saya hanya bisa berdoa semoga yg menjadi korban meninggal diberi tempat yang layak di siai Allah SWT dan yang Selamat semoga diberi ketabahan karena saya yakin dibalik musibah pasti ada berkah menjelang... Tetap semangat sodaraku...
BalasHapus