Paska erupsi merapi 2010, banyak program program yang ditawarkan baik dari lembaga pemerintah maupun LSM, dari program trauma healling, recovery ekonomi , sampai relokasi semua ada. Tetapi adakah yang memikirkan mereka nanti tentang masalah sosial di hunian tetap bagi yang bersedia direlokasi, ?
Jika kita sadar tentu bukan perkara mudah memindahkan suatu warga masyarakat ke suatu tempat, dan tentu saja masyarakat juga tidak mau beraktifitas diluar kebiasaan dikampungnya dulu misal, jika dulu aktifitasnya adalah mencari rumput untuk ternaknya, mencari kayu bakar dan di Hunian tetap disuruh menjahit dsb, tentu masyarakat juga tidak akan nyaman. Pola kebudayaan masyarakat yang dibangun masyarakat disuatu kampung tentu juga tidak akan bisa di aplikasikan di hunian tetap. Struktur bangunan hunian tetap pun tidak mendukung untuk memelihara binatang seperti ayam, kucing dan sebagainya karena mengganggu warga yang lain karena rumah yang cukup berdekatan, secara otomatis dengan pola dan struktur bangunan seperti itu sifat warga akan menjadi seperti orang kota yang tinggal di perumahan, konsep Hunian tetap yang dibangun untuk korban bencana merapi 2010 hanya cocok untuk orang yang bermata pencaharian sebagai pegawai, baik pegawai negeri maupun swasta, terus bagaimana dengan warga yang berprofesi sebagai petani dan peternak? Bagaimana mereka mencari rumput, bagaimana bercocok tanam, sedangkan lokasi hunian tetap jaraknya jauh jauh dengan tanah dan lahan milik warga yang berada di area terdampak langsung erupsi merapi 2010, setiap hari mereka harus mondar mandir dari huntap ke lahan mereka untuk bekerja menggarap lahannya untuk memenuhi kehidupan sehari hari.Hunian tetap korban bencana merapi 2010, memaksa masyarakat untuk adaptasi dan merubah pola kehidupan, terutama aspek sosial dan perekonomian karena tata kelola dan tata ruang bangunan yang mirip dengan perumahan di perkotaan dan lokasi juga lumayan jauh dari kampung asli, kampung yang terdampak erupsi Merapi.
Kesenjangan sosial semakin terlihat jelas di hunian tetap, jarak antara yang perekonomiannya mapan, atau yang kurang dapat kita jumpai dilokasi lokasi huntap Merapi, begitu miris jika kita memandangnya, dari kelengkapan bangunan, keindahan bangunan begitu kontras dan sangat berbeda. Dana pembangunan huntap 30 juta rupiah dari rekompak Jrf, jika untuk membangun satu huntap sampai berdiri menjadi rumah, belum di plester belum dikasih jendela dan pintu, karena anggaran banyak diserap di kerangka besinya, karena pembangunan huntap tersebut memakai konsep bangunan tahan gempa yang mengharuskan dikuatkan dibagian kerangka. Mungkin untuk yang perekonomian yang mapan, rumah yang tadinya 30 juta rupiah bisa disulap menjadi 40 – 60 juta.
Kelak masalah sosial mungkin menjadi ancaman masyarakat penghuni huntap, para pemangku kepentingan belum antisipasi ancaman tersebut, relokasi itu tak semudah membalikan telapak tangan karena butuh proses menyesuaikan diri dan itu adalah hal yang tersulit,
Sesungguhnya hidup nyaman itu tidak sama dengan hidup aman, seharusnya semua tahu. Konsep living harmony with disaster mungkin lebih tepat diterapkan di KRB di Merapi, dengan cara penguatan kapasitas terhadap risiko bencana toh selama ini jika Merapi meletus pasti akan memberi tanda, kenali ancamannya, amati tanda tandanya dan kurangi risikonya.(sondong).
Selasa, 23 April 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar