MAGELANG - Sejumlah cekdam atau tanggul pengaman yang berfungsi sebagai kantong lahar di sepanjang sungai yang berhulu di Gunung Merapi, sekarang ini dipenuhi material erupsi berupa pasir dan bebatuan. Kondisi tersebut mengancam keberadaan sejumlah permukiman di sekitar bantaran sungai.
Gubernur Ganjar Pranowo meminta material yang menumpuk di sepanjang aliran sungai itu untuk segera dikeruk. Pentingnya pengerukan supaya menghindari ancaman terjangan banjir lahar saat musim hujan mendatang. “Ini kondisi darurat, solusinya ya harus dikeruk. Kondisi bencana harus ditangani dengan manajemen bencana pula,” ungkap Ganjar saat meninjau material vulkanik di alur Kali Putih di kawasan Jurang Jero, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), kemarin.
Dalam kunjungan ini, Ganjar sempat terperangah melihat banyaknya tumpukan material yang memenuhi kantong lahar. Material tersebut sebenarnya sudah dikeruk oleh penambang dengan alat berat namun hanya diambil pasirnya. Adapun bantak dan batu-batu besar dibiarkan memenuhi badan sungai.
Ganjar juga sempat menjajal jalan antara Pos Ngepos-TNGM yang hancur akibat dilalui truk-truk angkutan pasir setiap hari. Ganjar bahkan sempat turun ke bangunan sabodam untuk melihat potensi ancaman lahar. Gubernur meminta Pemkab Magelang untuk mendekati masyarakat yang tinggal di zona merah agar bersedia pindah ke lokasi aman. Alasannya, badan sungai penuh dengan material sehingga ancaman lahar pada musim hujan masih sangat besar. ‘’Saya dengar masih ada sekitar 165 warga yang belum mau pindah. Jika mereka tidak mau pindah kita harus meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat. Sehingga jika ada lahar, mereka spontan bisa mengungsi,” kata Ganjar didampingi Kepala BPBD Jawa Tengah Sarwa Pramana.
Setelah itu, Ganjar menggelar diskusi dengan ratusan sukarelawan dari wilayah Kabupaten Magelang dan Klaten di bawah tenda yang didirikan tidak jauh dari bangunan sabo atau cekdam PUD-5 Jurang Jero. Kepada komunitas sukarelawan, gubernur meminta agar mereka senantiasa meningkatkan kemampuan dan tidak lengah.
Sabuk Hijau
Ganjar juga mendorong agar para sukarelawan melakukan update informasi dan pengetahuan tentang kondisi kebencanaan. Untuk itu ia mendorong dilakukannya gladi sukarelawan se-Jawa Tengah pada bulan November nanti. Sementara itu, para sukarelawan mengeluhkan ulah para penambang alat berat yang hanya mengambil pasir di sungai. Mereka meninggalkan bantak-bantak dan batu-batu besar yang justru menutup badan sungai. “Normalisasi sungai harusnya sesuai aturan. Pasir dan bantak diambil semua. Namun yang terjadi bantak justru ditinggalkan sehingga menutup sungai. Ini berpotensi mengubah aliran lahar,” kata sukarelawan Pasag Merapi Darwiji kepada Ganjar.
Para sukarelawan meminta gubernur memulihkan hutan di lereng Merapi agar bisa menjadi sabuk hijau yang berfungsi untuk mencegah aliran wedus gembel. Sukarelawan lainnya, Agus ‘’Batman’’ Wahyudi dari komunitas Guruh Merapi menambahkan, begitu ada aliran lahar para sukarelawan segera menempatkan diri di pos-pos pemantauan di sepanjang aliran Kali Ladon, Apu, Jluweh dan lainnya untuk memantau pergerakan aliran banjir lahar.
Sementara itu, PPK Pengendalian Lahar Gunung Merapi BBWSSO Hery Prianto ST mengungkapkan, wewenang pemberian izin penambangan alat berat ada pada Pemkab Magelang. “BBWSSO sebatas pada pemberian rekomendasi, kawasan mana yang boleh ditambang dan sedalam berapa. Seharusnya memang material dikeruk dan digunakan untuk membuat tanggul di kanan kiri sungai seperti dulu pernah kami lakukan,” kata Hery. (H66-90)
sumber: suaramerdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar