Headline News

Read more: http://secebisilmu.blogspot.com/2013/05/cara-pasang-berita-terbaru-headline.html#ixzz2Vs7VTXPC

Jumat, 21 Juni 2013

Girpasang Tegalmulyo Klaten

Gligirpasang adalah nama dusun terpencil itu. Sebanyak 31 warga menyebutnya dengan nama itu. Meski dalam data Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten tercatat kalau nama dusun yang dikelilingi tiga jurang dan Gunung Merapi ini, nama dusun tersebut adalah Gligirtengah. 

"Nama dusun ini Gligirpasang. Kami memang dusun terpencil. Di sini ada tujuh kepala keluarga dengan 31 jiwa," ungap Yosorejo (50), tokoh masyarakat Gligirpasang yang juga Ketua RT 7/RW 2 Desa Tegalmulyo, Kemalang, Klaten.

Bagi warga setempat tidak pernah malu mengatakan kalau tempat tinggalnya memang terpencil. Secara geografis memang letaknya sangat sulit ditempuh. Dusun itu diapit tiga jurang di bagian barat, timur dan selatan. Di sebelah utara bertengger Gunung Merapi yang saat ini menjadi perhatian dunia. 

"Akibatnya, anda tahu sendiri. Tempat tinggal kami tidak bisa ditempuh dengan sepeda, sepeda motor apalagi mobil. Warga di sini tidak ada yang punya itu," jelasnya.

Kondisi geografis itu membuat dusun tersebut tergolong rawan. Apalagi, jarak dari puncak Merapi hanya berkisar 4 kilometer. Di saat bencana, tentu banyak pihak yang memikirkan dusun ini apabila bencana tiba-tiba datang tanpa diundang.

Sejumlah wartawan saat bencana sempat mendatangi dusun tersebut dengan ditemani tiga anggota tim Search and Rescue (SAR) Klaten. Dengan berjalan kaki sekitar 2 kilometer, dusun ini dapat ditemukan. Jalan setapak naik dan turun menjadi tantangan menuju dusun itu.

Dari pantauan, tidak ada rona panik pada warga Gligirpasang yang tinggal di tujuh rumah bambu tersebut. Mereka mengaku sudah terbiasa dengan kultur Gunung Merapi. Sejak sebelum bencana terjadi, mereka telah menyiapkan bunker sederhana yang nantinya dapat menampung warga setempat.

"Kita telah mempersiapkan diri. Bunker telah kami bangun meski belum selesai. Pembangunan ini atas inisiatif warga yang didukung oleh Pasag Merapi," jelas Yosorejo.

Menurut Padmo Sudarso (52), bangunan bunker tersebut menelan anggaran sedikitnya Rp 3 juta. PASAG MERAPI membantu 30 zak semen dan besi beton. Sisanya berupa pasir dan batu merupakan swadaya warga setempat. Pembangunan dilakukan dengan gotong royong. 

"Tidak ada bantuan langsung yang diberikan pemerintah. Saya ini ngomong bares mawon (apa adanya, red)," lanjutnya yang diamini Yosorejo.

Bunker berukuran 4,7 X 2 meter ini memang sudah bisa ditempati. Sejumlah warga saat sudah terlihat duduk-duduk di bunker yang dindingnya belum diplester serta lantainya masih tanah. Selain bunker, apa yang dipersiapkan oleh warga? Yosorejo dan Padmo menjelaskan belum ada persiapan lainnya. 

"Kita memang belum bisa mempersiapkan itu. Karena kondisi kami memang seperti ini," ungapnya kompak saat menjawab wartawan.

Mereka mengaku pernah mendapat sosialisasi terkait dengan ancaman bahaya Merapi. Menurutnya, pernah mendapat sosialisasi. Namun sosialisasi itu tidak dilakukan pejabat terkait di dusun setempat. Namun, tokoh masyarakat setempat yang diundang di Balai Desa Tegalmulyo. 

"Saat itu kita yang datang ke balai desa. Pejabat pemerintah jarang sekali sampai ke dusun kami," kenang dia. (Sumanto) 

 Kamis, 04 Oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar