Headline News

Read more: http://secebisilmu.blogspot.com/2013/05/cara-pasang-berita-terbaru-headline.html#ixzz2Vs7VTXPC

Senin, 16 Januari 2012

Modul Wajib Latih Penanggulangan Bencana Gunung Api 2012


Modul
Wajib Latih Penanggulangan Bencana Gunungapi 2012




Modul Wajib Latih Penanggulangan Bencana Gunungapi


Diterbitkan oleh: PSMB UPN “Veteran” Yogyakarta
Untuk Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Editor: ET. Paripurno dan Sigit Purwanto


Tim Penyusun:

Pasag Merapi:
Amsori
Sudirman
Sudasri
Purwo Widodo
Ratno
Siyono
Sukiman
Suraji
Suwaji
Warno Sutanto
Temon TS
Totok Hartanto
Widodo
Ponilan
Ratna Wulandari
Sumpeno
Padma:
Bambang Sasongko
Mujiono

BPPTK:
Dewi Sri
Noer Cholik

MRR – UNDP
Banu Subagyo

PSMB UPN “Veteran” Yk
Wana Kristanto
BPBD Kabupaten Sleman
Makwan

BPBD Kabupaten Magelang
Moch Damil
Aris Prijatno

BPBD Kabupaten Klaten
Joko Rukminto

Daftar Isi
Daftar Isi
1
Pengantar
2
Kerangka Analisis
3
Saran Penggunaan
4
Topik 1. Memulai Pelatihan
5
Topik 2. Mengenal Ancaman Primer-Sekunder Gunungapi dan Sistem Peringatan Dininya
6
Topik 3. Mengkaji Risiko Bencana Dusun/RW/RT
7
Topik 4. Mempetakan Risiko Bencana Dusun/RW/RT
10
Topik 5. Menyusun Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana
11
Bahan Bacaan 1. Mengenal Gunungapi
13
Bahan Bacaan 2. Menjadi Fasilitator
23


Pengantar

Erupsi gunungapi Merapi tahun 2010 menyebabkan 365 jiwa meninggal serta kerugian material 3,2 triliun rupiah. Situasi belum sempat reda, terjadi lahar hujan di sungai-sungai berhulu di puncak Merapi dan menyebabkan ribuan orang kehilangan aset atau terpaksa mengungsi. Memasuki tahun 2012, ancaman primer (letusan) dan sekunder (lahar hujan) masih bersifat laten dengan potensi kekuatan dan sebaran berpeluang melenyapkan hasil pembangunan dalam beberapa menit saja.
Di sisi lain sebagian besar masyarakat di kawasan rawan bencana gunungapi Merapi belum memiliki kesiapan memadai dan terukur dalam merespon kedua jenis ancaman tersebut secara proporsional. Meskipun pemerintah dan organisasi masyarakat sipil telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan penguatan kapasitas masyarakat di bidang kesiapsiagaan bencana. Jika tak segera dikurangi, kerawanan pada sisi masyarakat ini berpeluang menciptakan kembali kondisi bencana manakala kedua jenis ancaman terebut kembali terjadi.
Wajib Latih Penanggulangan Bencana (WLPB) tahun 2012 merupakan upaya untuk ikut memastikan adanya peningkatan kapasitas masyarakat bidang kesiapsiagaan menghadapi ancaman primer maupun sekunder gunungapi Merapi. Sekaligus usaha untuk terus mengembangkan WLPB sebagai model alternatif mewujudkan masyarakat beketahanan terhadap bencana di setiap gunungapi di Indonesia.
WLPB 2012 merupakan hasil kerjasama Pasag Merapi, PSMB-LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta, Forum Merapi, dengan dukungan dari BPPTK dan BNPB. dalam kerangka program rehabilitasi-rekonstruksi paska erupsi Merapi 2010. Secara umum kegiatan ini bertujuan mewujudkan masyarakat kawasan rawan bencana gunungapi Merapi berketahanan terhadap bencana. Sasaran pelatihan meluputi perempuan dan laki-laki, berusia di atas 17 tahun, sehat jasmani dan rohani, berdomisili di kawasan rawan bencana gunungapi Merapi dan belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan serupa. Kegiatan dilaksanakan dalam kurun waktu Januari – Maret 2012 dengan cakupan 38 desa/kelurahan berpotensi terlanda ancaman sekunder serta 5 desa berpotensi terlanda ancaman primer. Dalam pelaksanaannya WLPB 2012 ini akan melibatkan 64 fasilitator Pasag Merapi dan PSMB-LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta serta 10 nara sumber ahli dari BPPTK.
Hasil keluaran WLPB 2012 diantaranya, 1) masyarakat di kawasan rawan bencana KRB 1 gunungapi Merapi memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan menyelamatkan diri beserta aset-asetnya dari ancaman primer maupun sekunder, 2) masyarakat di kawasan rawan bencana gunungapi Merapi memahami konsep pengurangan risiko bencana, mampu melakukan kajian risiko bencana serta menerapkan rencana kesiapsiagaan di lingkungan tempat tinggalnya. 

Kerangka Analisis Modul

Topik Latihan
Tujuan
Indikator
Topik 1. Memulai Pelatihan
1. Menciptakan suasana belajar menyenangkan
2. Mengkomunikasikan tujuan dan hasil pelatihan
  1. Peserta dan fasilitator saling mengenal
  2. Peserta memahami tujuan dan hasil pelatihan
     3. Peserta memahami alur   acara pelatihan
Topik 2. Mengenal Ancaman Primer-Sekunder Gunungapi dan Sistem Peringatan Dininya
Memberikan pengetahuan tentang konteks ancaman gunungapi dan sistem peringatan dininya
  1. Peserta dapat menjelaskan minimal 2 jenis bahaya ancaman gunungapi
  2. Peserta dapat menjelaskan minimal 1 bentuk sistem peringatan dini ancaman gunungapi
Topik 3. Mengkaji Risiko Bencana Dusun/RW/RT
Memberikan pemahaman dan keterampilan tentang pengertian risiko bencana dan cara menilai tingkat risiko bencana.
  1. Peserta mampu menjelaskan minimal 2 faktor risiko bencana dikawasan rawan bencan gunungapi
  2. Peserta mampu menjelaskan minimal 2 cara untuk mengurangi risiko dari setiap jenis ancaman letusan gunungapi
  3. Peserta dapat melakukan kajian risiko bencana di lingkungannya
Topik 4. Mempetakan Risiko Bencana Dusun/RW/RT
Memberikan pengetahuan dan keterampilan mengidentifikasi ancaman letusan gunungapi
Masyarakat mampu memetakan ancaman letusan gunungapi di lingkungannya
Topik 5. Menyusun Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana
Memperkuat kemampuan masyarakat menyusun prosedur tetap penanggulangan bencana gunungapi
Dihasilkannya rancangan prosedur tetap penanggulangan bencana tingkat dusun/RW/RT


Saran Penggunaan Modul
  1. Buku ini merupakan panduan bagi fasilitator, bukan untuk dibagikan pada peserta wajib latih
  2. Panduan ini terdiri dari 5 topik saling bertautan. Di setiap topik disajikan informasi-informasi tentang tujuan topik, indikator untuk mengukur keberhasilan, alokasi waktu, langkah-langkah proses, kebutuhan media, pengaturan kelas dan produk hasil pembahasan topik.
  3. Sebelum mengikuti langkah-langkah proses fasilitasi, fasilitator pengguna modul ini disarankan untuk memahami terlebih dahulu seluruh isi modul.
  4. Prakarsa untuk memodifikasi langkah proses, metode, media, dan bahasa pengantar, sangat terbuka. Sejauh hal tersebut dilakukan untuk penyesuaian dengan keadaan setempat tanpa harus mengurangi tujuan dan capaian setiap topik maupun capaian umum pelatihan.
  5. Pada langkah-langkah tertentu diberikan catatan-catatan dengan cetak huruf miring. Catatan tersebut bertujuan memberikan trik atau penekanan bahasan bagi fasilitator.










Topik 1. Memulai Pelatihan

Catatan: Topik ini dimulai setelah acara pembukaan

Tujuan : 1. Menciptakan suasana belajar menyenangkan
                2. Mengkomunikasikan tujuan dan hasil pelatihan.
Indikator : 1. Peserta dan fasilitator saling mengenal
                    2. Peserta memahami tujuan dan hasil pelatihan
        3. Peserta memahami alur acara pelatihan
Waktu : 30 menit
Metode : Penjelasan dan curah pendapat
Media : Metaplan, plano, spidol, perekat kertas
Pengaturan : Duduk setengah lingkaran
Produk : -
.

Uraian langkah:
Langkah 1. Perkenalan
  1. Tim fasilitator memperkenalkan diri, dengan menyebutkan nama dan peran masing-masing anggota tim fasilitator selama pelatihan berlangsung.
  2. Berikutnya, tuliskan nama-nama dan peran fasilitator di atas kertas metaplan, lalu ditempelkan di dinding ruang pelatihan agar mudah dilihat peserta.

Langkah 2. Tujuan dan Hasil Pelatihan
  1. Berikan penjelasan singkat dan sederhana tentang tujuan dan hasil pelatihan. Jika perlu uraikan maksud kalimat tujuan dan hasil.

Tujuan pelatihan
Mewujudkan masyarakat kawasan rawan bencana gunungapi berketahanan terhadap bencana.

Hasil pelatihan
  • Masyarakat kawasan rawan bencana gunungapi memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan menyelamatkan diri beserta aset-asetnya dari ancaman letusan maupun lahar hujan.
  • Masyarakat kawasan rawan bencana gunungapi memahami konsep pengurangan risiko bencana, mampu melakukan kajian risiko bencana serta menerapkan rencana kesiapsiagaan di lingkungan tempat tinggalnya.

  1. Minta pendapat peserta tetang tujuan dan hasil-hasil pelatihan
  2. Kelola umpan balik jika terdapat perbedaan dalam pendapat-pendapat peserta

Langkah 3. Alur Acara Pelatihan
  1. Berikan penjelasan tertulis tentang alur acara pelatihan
Hari pertama
  • Pembukaan
  • Pengantar pelatihan
  • Ancaman primer-sekunder gunungapi dan sistem peringatan dininya
  • Pemetaan risiko bencana dusun/RW
Hari kedua
  • Pengkajian risiko bencana dusun/RW
  • Penyusunan protap dusun/RW
  • Rencana masyarakat
  • Penutupan
Topik 2. Mengenal Ancaman Primer-Sekunder Gunungapi dan Sistem Peringatan Dininya

Catatan: Topik ini menggunakan narasumber BPPTK

Tujuan : Memberikan pengetahuan tentang konteks ancaman gunungapi dan sistem peringatan dininya
Indikator : 1. Peserta memahami dan dapat menjelaskan minimal 2 jenis bahaya ancaman gunungapi
2. Peserta memahami dan dapat menjelaskan minimal 1 bentuk sistem peringatan dini ancaman gunungapi
Waktu : 90 menit
Metode : Pemaparan dan tanya jawab
Media : Bahan tayang
Pengaturan : Duduk setengah lingkaran
Produk : -
.

Uraian langkah:
Langkah 1. Pengantar dan Perkenalan
Berikan pengantar singkat tentang topik, nara sumber ahli, hasil setelah pembahasan, dan alokasi waktu

Langkah 2. Siapkan pertanyaan
Mintalah peserta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada lembaran kartu metaplan.

Catatan : Pertanyaan dapat berupa proses erupsi, jenis bahaya, sebaran bahaya, peringatan dininya atau tentang apa saja menyangkut kegunungapian. Sarankan agar kartu pertanyaan disimpan sampai pemaparan oleh nara sumber selesai.

Langkah 3. Pemaparan
Perkenalkan nara sumber dan persilakan untuk memulai pemaparan. Jangan lupa tawarkan batas waktu.

Langkah 4. Kelola
  1. Seleksi pertanyaan
Usai pemaparan oleh nara sumber ahli, segera kuasai forum (berdiri dan bicara). Minta peserta untuk; 1) mengecek daftar pertanyaan masing-masing, 2) mencoret/menghapus pertanyaan jika sudah terjawab dari pemaparan nara sumber
  1. Atur lalu lintas diskusi dan pastikan semua pertanyaan peserta dapat terjawab memuaskan
  2. Jangan lupa alokasi waktu
Langkah 5. Penutupan
  1. Tutup proses pembahasan topic degan memberikan apresiasi kepada nara sumber ahli dan para penanya
  2. Minta perserta mengumpulkan kartu pertanyaan dan arsipkan.



Topik 3. Mengkaji Risiko Bencana Dusun/RW/RT
Tujuan : Memberikan pemahaman dan keterampilan tentang pengertian risiko bencana dan cara menilai tingkat risiko bencana.
Indikator : 1. Peserta mampu menjelaskan minimal 2 faktor risiko bencana dikawasan rawan bencan gunungapi
2. Peserta mampu menjelaskan minimal 2 cara untuk mengurangi risiko dari setiap jenis ancaman letusan gunungapi
3. Peserta dapat melakukan kajian risiko bencana di lingkungannya
Waktu : 190 menit
Pengaturan : Duduk per kelompok
Metode : Penjelasan, diskusi kelompok, curah pendapat, kunjungan lapangan
Media : Metaplan, plano, spidol, perekat kertas, poster, dan film (bila memungkinkan)
Produk : Dokumen kajian risiko bencana dusun/RW/RT

Uraian Langkah:
Langkah 1. Persiapan
  1. Minta peserta tetap bersama kelompoknya
  2. Berikan penjelasan ringkas tujuan dan hasil topik ini.
Langkah 2. Kajian ancaman
  1. Minta setiap kelompok mencermati kembali peta ancaman dusun/RW/RT mereka
  2. Tanyakan bagaimana ancaman tersebut dapat melanda atau berpotensi melanda lingkungan mereka
  3. Minta setiap kelompok mendiskripsikan karakter ancaman dengan tabel dibawah ini dan jelaskan

Jenis ancaman:…………….
KARAKTER
KETERANGAN
Asal/Penyebab

Faktor Perusak

Tanda Peringatan

Sela Waktu

Kecepatan Hadir

Frekuensi

Perioda

Durasi

Intensitas

Posisi


Keterangan tabel:
Asal/Penyebab
: Sumber atau penyebab ancaman
Faktor Perusak
: Bagian dari ancaman yang menyebabkan kerusakan
Tanda Peringatan
: Tanda-tanda yang dapat diketahui sebelum ancaman datang
Sela Waktu
: Lama waktu antara tanda-tanda dengan datangnya ancaman
Kecepatan Hadir
: Kecepatan ancaman
Perioda
: Masa atau siklus letusan
Frekuensi
: Jumlah perulangan kejadian ancaman setiap periode
Durasi
: Lama setiap kejadian letusan
Intensitas
: Kekuatan ancaman, luas daerah yang diperkirakan terkena ancaman
Posisi
: Jarak sumber ancaman dengan permukiman penduduk

Contoh Pengisian Tabel Analisis Ancaman

Jenis Ancaman: Konflik Sosial
Faktor
Keterangan
Asal penyebab
  • Kesenjangan sosial-ekonomi.
  • Minuman keras.
Faktor Perusak
Senjata Tajam, batu, bom molotov
Tanda Peringatan
  • Gangguan ketentraman, Cekcok,Isu-isu, Selebaran gelap, Minuman keras
Sela Waktu
1 jam
Kecepatan Hadir
1 jam
Periode
  • 1 tahun sekali (setiap malam tahun baru)
  • Sepanjang tahun
Frekuensi
  • 1 kali (konflik dengan warga luar kampung)
  • Sekali sebulan (konflik antar warga sekampung)
Durasi 1 hari
Intensitas 1 kampung
Posisi Di luar kampung (jarak + 0,5 km)



Langkah 3. Kajian kerentanan, kapasitas, bentuk risiko, dan tingkat risiko
  1. Siapkan tabel kajian kajian dibawah ini lalu jelaskan cara pengisian tabel.

Jenis Ancaman:..........................
Jenis Aset
Asumsi Bentuk Risiko Pada Aset
Kerentanan
(Penyebab Risiko)
Kapasitas
Tingkat Risiko
(T/S/R)
Manusia:




Alam/lingkungan:




Fisik/infrastruktur:




Ekonomi/finansial:




Sosial:




Politik:















Contoh pengisian tabel
Jenis Ancaman: Gempa bumi
Jenis Aset
Asumsi Bentuk Risiko
Pada Aset
Kerentanan/kelemahan
(Penyebab risiko)
Kapasitas/Kekuatan
Tingkat Risiko
(T/S/R)
Manusia
  • Meninggal dunia 150 orang
  • Luka-luka…50 orang
  • Menjadi caca 10 orangt
  • Terkena wabah penyakit (muntaber)10 orang
  • Pendidikan terganggu 97 orang
  • Kurang waspada
  • Kejadian tiba-tiba
  • Masa bodoh
  • Tinggal di kawasan rawan gempa bumi
  • Pengetahuan masyarakat tentang bencana rendah
  • Kurang sosialisasi bencana
  • Konstruksi bangunan buruk
  • Bangunan sudah tua
  • Tata letak barang tidak tanggap gempa
  • Memiliki banyak organisasi/lembaga berpengaruh dan positif
  • Memiliki stok pangan cukup
  • Ada puskesmas pembantu
  • Gotong royong kuat
  • Semangat persatuan kuat
  • Masyarakat memiliki beragam matapencaharian
  • Adanya bantuan/perhatian pemerintah
  • Adanya simpan pinjam perempuan (SPP)
  • Material bangunan mudah didapat
Tinggi
Ekonomi
  • Ternak mati 200 ekor
  • Gagal panen (tanaman rusak) 40 ha
  • Sistem ekonomi (pasar) lumpuh
  • Harta benda rusak ± 1 milyar
  • Tidak sempat menyelamatkan ternak dan harta benda
  • Panik
Sedang
Fisik/Infrastruktur
  • Rumah rusak/roboh 320 unit
  • Jelan/jembatan rusak 1 unit
  • Bangunan fasilitas umum rusak3 unit
  • Irigasi rusak….ha
  • Konstruksi bangunan buruk
  • Bangunan sudah tua
Tinggi
Alam/lingkungan
  • Sawah/ladang rusak ….ha
  • Air bersih tercemar/sulit didapat 300 kk
  • Tanaman/pepohonan rusak….batang
Desa berada di kawasan rawan gempa bumi Sedang
Sosial Terpisah dari keluarga dan tetangga…kk
  • Komunikasi terputus
  • Pengungsian terpisah-pisah
Tinggi


Topik 4. Mempetakan Risiko Bencana Dusun/RW/RT
Tujuan : Memberikan pengetahuan dan keterampilan mengidentifikasi ancaman letusan gunungapi
Indikator : Masyarakat mampu mengenali sumber ancaman dan memetakan ancaman letusan gunungapi di lingkungannya.
Waktu : 155 menit
Metode : Penjelasan, diskusi, pengamatan lapangan
Media : Plano, spidol (min 3 warna),
Pengaturan : Duduk per kelompok
Produk : Peta risiko bencana tingkat dusun/RW/RT
Uraian langkah:
Langkah 1. Persiapan
  1. Fasilitator meminta peserta membentuk kelompok per dusun/RW/RT.
  2. Jelaskan bahwa kita akan menggambar peta risiko bencana per dusun/RW/RT
  3. Berikan uraian singkat manfaat peta risiko bencana

Langkah 2. Komponen peta
  1. Minta pendapat peserta tentang komponen peta, tuliskan pada kertas plano/flipchart
  2. Setelah komponen disepakati, bagikan kertas plano/flipchart dan spidol dan untuk mulai menggambar

Langkah 3. Pemantauan
  1. Pastikan ada tim fasilitator memantu proses penggambaran peta di setiap kelompok peserta.
  2. Pastikan semua komponen peta tergambar.
  3. Jika selesai, mintalah setiap kelompok menempelkan gambar peta masing-masing ke dinding ruangan pelatihan

Langkah 4. Sebaran ancaman
Minta pada setiap kelompok untuk menambahkan arsiran pada gambar petanya sebagai penanda: 1) daerah pernah terlanda ancaman, 2) daerah bepotensi/berkemungkinan terlanda ancaman.

Langkah 5. Atribut kerentanan
  1. Minta setiap kelompok mendiskusikn dan melengkapi peta dengan tanda khusu pada rumah dengan anggota keluarga kelompok rentan; balita, lansia, orang sakit, ibu hamil, orang berkemampuan berbeda
  2. Pastikan tanda kelompok rentan berbeda. Misal, balita dengan tanda lingkaran, lansia dengan tanda segitiga, orang sakit dengan tanda persegi empat, dan seterusnya

Langkah 6. Atribut kapasitas
Minta setiap kelompok untuk mendiskusikan dan melengkapi gambar petanya dengan bentuk-bentuk kapasitas. Misalnya, kendaraan evakuasi, alat komunikasi, alat peringatan dini, jalur evakuasi, titik kumpul, tempat pengungsian, dan sebagainya.

Langkah 7. Presentasi dan penutup
Mintalah setiap kelompok menjelaskan peta hasil kerja masing-masing agar mendapatkan saran dan masukan dari kelompok lain. Berikan apresiasi pada setiap akhir presentasi kelompok.

Topik 5. Menyusun Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana
Tujuan : Memperkuat kemampuan masyarakat menyusun prosedur tetap penanggulangan bencana gunungapi
Indikator : Dihasilkannya rancangan prosedur tetap penanggulangan bencana tingkat dusun/RW/RT
Waktu : 90 menit
Pengaturan : Duduk per kelompok
Metode : Penjelasan, curah pendapat, diskusi kelompok, dan praktek lapangan
Media : kertas plano, spidol, plester, poster, leaflet,
Produk : Prosedur tetap

Langkah 1. Persiapan
  1. Minta peserta tetap bersama kelompoknya
  2. Berikan penjelaskan tujuan dan hasil topik. Jika perlu uraikan contoh pelaksanaan protap baik tertulis maupun tidak tertulis
  3. Tegaskan bahwa pada intinya protap berisi kesepakatan-kesepakatan tentang; 1) siapa, 2) melakukan apa, 3) bagaimana melakukaannya dan 4) kapan melakukannya

Langkah 2. Identifikasi pelaku
  1. Minta setiap kelompok membuat daftar nama-nama tokoh/pelaku penanggulangan bencana di lingkungannya.
  2. Pastikan setiap pelaku memiliki bentuk peran khusus dalam penanggulangan bencana dan Dapat dikelompokkan dalam seksi atau kelompok kerja

Langkah 3. Penetapan tahapan/waktu
Berikan penjelasan tentang tahapan tindakan penanggulangan bencana. Minta setiap kelompok memilih format tahapan tindakan sesuai karakter ancaman. Lihat contoh dibawah ini

Jenis ancaman primer (sesuai urutan status aktfitas vulkanik gunungapi)
Pelaku
Normal
Waspada
Siaga
Awas











Jenis ancaman sekunder (sesuai tahapan penanggulangan bencana)
Pelaku
Sebelum Bencana
Saat Bencana
Setelah Bencana








Langkah 4. Mengisi bentuk peran setiap
  1. Minta setiap kelompok mulai mengisi nama-nama/pihak sesuai peran dan tahapannya.
  2. Lihat juga contoh dibawah ini



Contoh Protap Gempa Bumi dan Tsunami
Kampung Masni, Distrik Masni, Kab. Manokwari
Pelaku
Sebelum Bencana
Saat Bencana
Setelah Bencana
Ketua
John Sada
Memastikan latihan/simulasi dan persiapan setiap seksi Memimpin koordinasi antar seksi
  • Menerima laporan dari seksi
  • Melakukan koordinasi dan pelaporan dengan pemerintah
Pendeteksi
Agustinus Krey Bastian Manufandu
Efradus Faidiban
Jemi Mofu
  • Menentukan tanda bahaya
  • Latihan/simulasi
  • Mengecek tanda-tanda tsunami (laut surut)
  • Menyampaikan tanda bahaya tsunami
  • Membantu evakuasi
  • Laporan
  • Evaluasi
Tim Evakuasi
Yakob Rumsano
Yusuf Maidodga
Leo Mansaburi
Otto Dimara
  • Menyiapkan lokasi dan jalur evakuasi
  • Latihan/simulasi
  • Menunjukkan jalur evakuasi
  • Laporan
  • Evaluasi
Tim Kesehatan
Laurens Ayal
Roby Mofu
Obet Moktis
Semi Mansaburi
  • Latihan P3K
  • Latihan/simulasi
  • Menolong korban luka-luka
  • Membawa korban luka ke RS/Puskesmas
  • Laporan
  • Evaluasi
Perlengkapan
Luter Awom
Isai Manseni
Enok Manseni
Meliaki Maidodga
Musa Bonsapia
  • Menyiapkan kebutuhan pengungsian
  • Latihan/simulasi
  • Memasang tenda
  • Menyiapkan penerangan, wc/kamar mandi, air bersih
  • Laporan
  • Evaluasi
Dapur Umum
Yuliana Rumbrawer
Naser Rumansara
Yeter Igor
Ida Krey
  • Menyiapkan alat dapur umum
  • Latihan/simulasi
  • Mengumpulkan BAMA
  • Memasak dan menyajikan makan/minum pengungsi
  • Laporan
  • Evaluasi
Pendataan
Maria Bonsapia
Yulianus Maidodga
Agustinus Maso
Kristian Mansaburi
  • Pendataan desa
  • Latihan/simulasi
  • Melakukan pendataan pengungsi dan korban
  • Melakukan pendataan kerugian
  • Evaluasi
  • Laporan
Keamanan
Piter Faidiban
Bernadus Bonsapia
Nelson Sada
Nikson Krey
Adolof Kafiar
  • Latihan/simulasi
  • Membantu evakuasi
  • Mengamankan lokasi pengungsian
  • Menjaga keamanan kampung
  • Evaluasi
  • Laporan
Bahan Bacaan 1.
Mengenal Gunungapi
ET. Paripurno1


Daftar Istilah
Awan Panas (piroklastik): Istilah awan panas dipakai untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, pasir dalam suatu masa gas vulkanik panas yang keluar dari gunungapi dan mengalir turun mengikuti lerengnya. Kecepatan aliran dapat mencapai lebih dari 100 kilometer per jam dengan jarak jangkau dapat mencapai puluhan kilometer.
Deformasi : Perubahan bentuk tubuh gunung (menjdi menggembung) akibat tekanan magma dalam proses menuju ke permukaan.
Erupsi: Proses keluarnya magma ke permukaan bumi dalam bentuk yang berbeda-beda.
Gas vulkanik: Gas-gas yang dikeluarkan saat letusan gunungapi. Gas -gas yang dikeluarkan biasanya Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (C02), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur Dioksida (SO2), dan Nitrogen Dioksida (N02) yang berbahaya bagi manusia.
Lava: Cairan magma bersuhu tinggi yang mengalir ke permukaan melalui kawah gunungapi. Lava mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada. Sedangkan lava kental mengalir tidak jauh dari sumbernya.
Lahar: Merupakan aliran lumpur dan batu dari material hasil erupsi. Karena adanya tambahan air hujan menyebabkan aliran lumpur dan batu tersebut terbawa turun dan mengalir sebagai aliran pekat.
Magma: Cairan pijar yang terdapat di dalarn lapisan kulit bumi dengan suhu lebih dari 1000 derajat celcius. Magma tersusun atas unsur-unsur pembentuk batuan yang mempunyai sifat fisika tertentu.
Vulkanologi: ilmu yang mempelajari tentang magma dan gunungapi.


Indonesia dan Ancaman Gunungapi
Indonesia rawan bencana.Ancaman itu salah satunya datang dari gunungapi. Betapa tidak, Indonesia adalah salah satu negara dengan gunungapi terbanyak di dunia. Bahkan beberapa diantaranya termasuk yang teraktif drlunia. Rangkaian gunungapi membentang dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, NusaTenggara. Dari kepulauan di Laut Bdana sampai bagian utara Pulau Sulawesi merupakan daerah gunungapi terpanjang di dunia.
Tidaklah mengherankan kalau letusan gunungapi merupakan salah satu ancaman yang sejak dulu ada dan sewaktu waktu bisa berubah menjadi bencana. Gunung Krakatau (Banten), gunung Galunggung (Jabar), gunung Tambora (NTB), gunung Kelud (Jatim), gunung Agung (Bali), gunung Soputan (Sulut), dan gunung Merapi (Jateng) adalah beberapa nama yang bisa disebut untuk mewakli gunungapi aktif Indonesia.
Gunung-gunung tersebut telah menorehkan catatan kelam akibat letusan yang ditimbulkannya dan menyebabkan puluhan ribu nyawa melayang. Sejak tahun 1800, tercatat paling tidak telah terjadi letusan sebanyak 600 kali oleh 70 gunungapi di Indonesia.
Di Indonesia terdapat 129 gunungapi aktif, 70 buah diantaranya berancaman dan 500 buah tidak aktif. Dari 129 gunungapi aktif tersebut, 30 buah terdapat di Pulau Sumatera, 35 di Pulau Jawa, 30 buah di Pulau Bali dan NusaTenggara, 16 buah di Kepulauan Maluku, dan 18 buah lainnya di Pulau Sulawesi



Apakah Gunungapi itu?
Istilah Gunungapi (volcano) diambil dari bahasa Yunani, vulcanus atau vulcan, yang berarti Gunungapi, Istilah ini bersumber dari kepercayaan lama bangsa Roma yang menyembah dewa api sekitar tahun 1500-400 M. Dewa itu dinamakan dengan Vulcanus. Bangsa Roma dan bangsa Yunani kuno mempercayai bahwa Dewa Vulcanus memiliki tungku besar yang digunakan untuk melelehkan dan menempa Iogam. Tungku itu mereka yakini berada di dalam Gunung Etna, pulau Siclia, yang sampai sekarang masih aktif dan menyemburkan api panas.
Gunungapi sendiri sebenarnya merupakan lubang, kepundan atau rekahan yang merupakan tempat keluarnya cairan magma, gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang keluar melalui proses erupsi dari lubang kepundan itu lambat laun menumpuk dan dalam waktu yang lama membentuk kerucut rerpancung yang kemudian dikenal dengan sebutan gunung Istilah gunungapi juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoe atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. G nung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu-Purwodadi, Jawa Tengah. Masyarakat setempat menamai fenomena alam itu dengan sebutan Bledug Kuwu.

Terjadinya Gunungapi
Jauh di dalam perut bumi (inti bumi), tekanannya sangat kuat dan temperaturnya mencapai 6.000 C°. Panas bagian dalam perut bumi ini terbentuk sejak sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Panas dan tekanan yang begitu kuat inilah yang menyebabkan batu-batu di dalam bumi meleleh yang disebut dengan magma. Magma ini akan mengalir dan menembus tudung bumi ke arah kerak bumi, yang disebut lava. Magma yang menembus kerak bumi akan menjadi matrial pembentuk kerak samudera dan benua.
Batu-batuan yang keluar kemudian membentuk sebuah gundukan,yang lama-kelamaan akan menjadi sebuah gunung. Kadang-kadang batu-batu itu mengalir seperti bubur panas. Dan kadangkadang terlempar dalam bentuk bongkahan batu yang besar dan ker-as, ketika terjadi letusan gunungapi. Semakin banyak batu yang keluar, maka akan semak in tinggi gunung itu. Tetapi jika gunung itu tumbuh di bawah laut, maka akan membentuk sebuah pulau bila sudah mencapai permukaan air.

Bentuk Gunungapi
Gunungapi dapat berbentuk kerucut, kubah, berpuncak datar, maar, perisai, atau seperti menara, tergantung pada jenis letusan dan sifat-sifat fisik magma yang disemburkan. Bentuk kerucut merupakan bentuk umum yang dijumpai pada gunungapi yang dibangun oleh bahan lepas gunungapi. Bentuk kubah terbentuk dari leleran lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi oleh sisi curam di sekelilingnya. Kadangkala kubah tengah gunungapi runtuh. Pada kasus gunung Aso di Jepang, setelah lubang tengah yang asli runtuh, terjadilah letusan baru di tengah kalderanya sendiri. Maar, umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastika.

Sumber Erupsi Gunungapi
Berdasarkan sumber erupsinya, ada 4 (empat) sumber erupsi, yaitu (1) erupsi pusat, dimana erupsi keluar melalui kawah utama: (2) erupsi samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya; (3) erupsi celah, erupsi yang muncul pada retakan/sesar yang dapat memanjang sampai beberapa kilometer; dan (4) erupsi eksentrik, yaitu erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri.

Tipe -Tipe Letusan Gunungapi
Para ahli vulkanologi telah mengelompokkan letusan gunungapi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu; Hawaiian, Strombolian, Vulcanian, Plinian dan Peleean.
Hawaiian: Tipe Hawaiian dicirikan dengan adanya letusan lava cair. Umunya memiliki kawah berisi magma cair bersuhu tinggi.Setelah letusan dengan tekanan rendah, sejumlah besar lava panas mengalir dan membentuk aliran yang panjang.
Strombolian: letusan tipe strombolian bisa dikenali dengan letusan-letusan kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan magma. Letusan gunungapi dengan tipe ini bertekanan rendah dan secara teratur melemparkan batu, gumpalan lava dan gas. Gunungapi tipe strombolin biasanya juga ditdanai dengan kawah berbentuk lingkaran di dalamnya.
Vulcanian: gunungapi tipe ini memiliki letusan paling eksplosif atau tekanannya paling besar. Letusan vulkanian terjadi karena lobang kepundan tertutup oleh sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah terjadi letusan. Salah satu ciri letusan vulkanian adalah asap letusan yang membubung tinggi ke atas dan kemudian asap tersebut melebar menyerupai cendawan.
Plinian: letusan magma di dalam gunung yang kaya akan gas. Bara api, abu dan gas dilontarkan hingga mencapai ketinggian 30 kilometer ke udara.
Peleean: letusan magma di bawah tekanan rendah yang kaya akan gas. Awan besar dari gas, abu, dan batuan, yang panas bergulung-gulung menuruni lereng gunung seperti tanah longsor.

Pergerakan Lempeng dan Gunungapi
Gunungapi terbentuk karena adanya pergerakan lempeng bumi. Ada 4 (empat) pergerakan lempeng yang menimbulkan empat busur gunungapi yang berbeda;
    1. Pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh sehingga memberikan kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian membentuk busur gunungapi tengah samudera.
    2. Tumbukan antar kerak, dimana kerak samudera menunjam di bawah kerak benua. Akibat gesekan antar kerak tersebut terjadi peleburan batuan dan lelehan batuan ini bergerak ke permukaan melalui rekahan kemudian membentuk busur gunungapi di tepi benua.
    3. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga menimbulkan rekahan atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi jalan ke permukaan lelehan batuan atau magma sehingga membentuk busur gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang rekahan.
    4. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan kesempatan bagi magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma ini merupakan banjir lava yang membentuk deretan gunungapi perisai.

Lokasi Terbentuknya Gunungapi
Tidak semua daerah di permukaan bumi ini terbentuk gunungapi. Gunungapi hanya terbentuk di daerah -daerah tertentu, yaitu; (1) pada jalur punggungan tengah samudra, tempat saling menjauhnya lempeng kulit bumi samudera; (2) pada jalur pertemuan lempeng kulit, baik pertemuan lempeng samudera dengan lempeng samudera, maupun lempeng samudera dengan lempeng benua, dan (3) pada titik-titik panas di permukaan bumi yang memungkinkan magma keluar baik di benua maupun di samudera.
Gunungapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunungapi yang paling banyak adalah gunungapi di sepanjang Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik. Sepanjang daerah Cincin Api Pasifik tersebut merupakan daerah bahaya gempa dan letusan gunungapi. Dari sekitar 500-an gunungapi aktif di dunia, lebih dari separuhnya berada di jalur Cincin Api Pasifik, termasuk gunungapi yang ada di Indonesia.

Proses Letusan
Letusan gunungapi merupakan salah satu dari bentuk proses erupsi gunungapi. Pada prinsipnya ada dua jenis letusan, yaitu letusan efusif/meleleh dan letusan eksplosif/meledak. Pada letusan efusif, magma keluar secara perlahan dan mengalir tanpa diikuti dengan suatu Ietusan. Sedangkan pada letusan eksplosif, magma keluar dari gunungapi dalam bentuk letusan. Letusan eksplosif terjadi karena adanya tekanan gas yang tinggi, sehingga menghasilkan material lepas yang akan cenderung membentuk gunungapi kerucut Sedangkan pada letusan efusif, tekanan gasnya rendah sehingga menghasilkan lava yang membentuk tameng, atau memanjang membentuk punggungan lava apabila merupakan erupsi celah. Letusan gunungapi merupakan proses pergeseran energi dari energi potensial dominan dari panas menjadi energi kinetik dominan dan panas. Letusan gunungapi terjadi kar-ena adanya gaya yang berasal dari dalam bumi akibat terganggunya sistem keseimbangan magma dan dan sistem keseimbangan geologi. Keseimbangan magma akan terganggu apabila (1) magma yang membeku mulai kehilangan panas. Ketidakseimbangan dipicu oleh hilangnya gas dalam magma karena penurunan temperatur, (2) adanya perbedaan suhu akibat pendinginan magma yang tidak homogen sehingga menimbulkan arus konveksi yang mengganggu keseimbangan hidrostatis, (3) Epimagma turun ke kedalaman tertentu pada kondisi tidak seimbang. Sebagai pencarian keseimbangan baru terjadi difusi gas sehingga di permukaan terjadi perubahan epimagma menjadi hipomagma atau piromagma, dan (4) terjadi pergerakan gas dalam piromagma ke arah permukaan bumi karena tekanan dalam piromagma lebih besar dari tekanan beban luar.

Gejala Akan Terjadi Letusan
Secara umum gejala awal akan terjadinya letusan gunungapi yang paling pokok adalah adanya getaran mekanik yang tercatat sebagai getaran tremor akibat naiknya magma ke permukaan. Gejala ini biasanya bisa dirasakan dalam bentuk gempa bumi, terutama di daerah-daerah sekitar gunungapi.
Gejala-gejala lainnya adalah:
  • Adanya deformasi pada tubuh gunungapi berupa penggembungan tubuh gunungapi, termasuk adanya perubahan kelerengan;
  • Munculnya gejala hidrothermal seperti peningkatan discharge mata air panas, peningkatan discharge uap dari fumarol, kenaikan suhu mata air panas;
  • Keluarnya gas dari kawah atau lubang yang lain dan terjadi peningkatan kdanungan S02 atau H2S; Bau belerang yang sangat menyengat;
  • Suara gemuruh yang ditimbulkan oleh pergerakan naiknya magma dalam gunung;
  • Hewan-hewan berlarian turun gunung, ular keluar dari lubangnya Terjadinya gempa bumi dan naiknya suhu yang mengawali letusan gunungapi menyebabkan hewan-hewan panik dan turun ke bawah, demikian juga ular-ular banyak yang keluar dari lubang persembunyiannya.

Gunungapi: Aktif, Tidak Aktif, dan Mati
Gunungapi aktif: adalah gunungapi yang masih menunjukkan aktifitasrulkanisnya dan sering meletus. Gunungapi aktif secara fisik ditdanai dengan keluarnya asap dan getaran seismik (gempa) dan aktifitas vulkanis lainnya. Gunung Merapi (Jawa Tengah), adalah salah satu contoh gunungapi teraktif di dunia.
Gunungapi tidak aktif: adalah gunungapi yang sudah lama kehilangan kekuatannya. Gunungapi aktif kembali dan masih bisa meletus. Gunungapi jenis ini sebenarnya hanya
"tidur" dan akan "terbangun" kembali dengan menunjukkan aktifitas vulkanisnya. Gunungapi
Pinatubo di Filiphina misalnya, meletus kembali pada 13 Juni 1991, setelah tertidur selama hampir 610 tahun atau gunungapi Helgafell aktif lagi di tahun 1973 setelah sebelumnya dinyatakan mati.
Gunungapi mati : adalah gunungapi yang sudah tidak aktif dan tidak akan pernah meletus lagi. Contoh gunung Kilimanjaro di Afrika.

Apa Manfaat Gunungapi?
Penyubur Lahan Pertanian: Semburan benda padat, cair, dan gas akibat letusan gunungapi mengdanung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah. Itulah sebabnya mengapa lahanlahan pertanian di sekitar kawasan gunungapi jauh lebih subur.
Sumberdaya Energi: Energi panas bumi yang keluar dari gunungapi bisa dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik. Selain itu, aliran sungai dan air terjun di daerah pegunungan juga potensial untuk dijadikan pembangkit tenaga listrik.
Sumberdaya Bahan Galian Industri: Material yang dihasilkan dari letusan/kegiatan gunungapi dapat dijadikan sebagai bahan galian industri seperti yarosit dan belerang untuk bahan industri kimia dan farmasi, tawas untuk penjernih air serta pasir, batu bongkah dan kerikil untuk bahan bangunan.
Sumberdaya Lingkungan: Hujan lebat di kawasan gunungapi dapat menjadikan gunungapi sebagai daerah konservasi air. Selain itu yang tak kalah penting adalah kawasan gunungapi merupakan kawasan cagar alam dan suaka margasatwa.
Daerah Tujuan Wisata: Banyak gunungapi di Indonesia bila dikelola dengan baik bisa menjadi tujuan pariwisata yang sangat menarik. Berbagai kegiatan seperti berkemah, mendaki gunung, panjat tebing, pengamatan satwa dan penelitian fauna, atau sekedar mencari hawa segar pegunungan dan menyaksikan pemdanangan yang indah.

Bahaya Gunungapi
Semburan benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya akibat letusan gunungapi cenderung merusak dan bisa mengakibatkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian harta benda lainnya. Bahaya gunung api dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu bahaya langsung (primer) dan bahaya tidak langsung (sekunder).
Bahaya langsung: merupakan bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat terjadi letusan gunungapi.Aliran lava,atau leleran batu pijar,aliran piroklastika atau awan panas,jatuhan piroklastika atau hujan abu lebat, hembusan gas beracun dan lontaran material pijar adalah bahaya yang timbul saat terjadi letusan.
  • Aliran Lava: aliran lava yang pekat dengan suhu mencapai 800°-1.200° C bisa menghancurkan infrastruktur dan benda-benda yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava tergantung dari kekentalan magmanya, semakin rendah kekentalannya, makin cepat dan makin jauh jangkauannyaa. Sebagaian besar gunungapi di Indonesia menghasiikan magma dengan tingkat kekentalan menengah dan pergerakannya cukup lamban.
  • Awan panas (piroklastik): Awan panas, baik berupa awan panas letusan maupun awan panas; guguran sangat berbahaya bagi manusia dan bisa menghanguskan benda-benda dan tanaman yang dilaluinya. Awan panas letusan terjadi karena hancuran magma oleh statu letusan, sedang awan panas guguran kejadiannya banyak dikendalikan oleh tekanan magma dan pengaruh gravitasi pada kubah lava. Kecepatan awan panas ini bisa mencapai lebih dari 100 kilometer per jam dengan jangkauan puluhan kilo meter. Contohnya adalah awan panas akibat letusan Gunung Merapi (Jateng). Masyarakat setempat menamai awan panas itu dengan "Wedhus Gembel". Salah satu semburan "Wedhus Gembel" gunung Merapi yang banyak memakan korban adalah peristiwa 22 November 1994, dimana 64 orang meninggai, 6 luka-luka dan merusak rumah-rumah penduduk (31 rumah}. Demikian juga awan panas akibat letusan gunung Pelee, Perancis pada 8 Mei tahun 1902 yang menewaskan 30.000 orang.
  • Lontaran bahan letusan: Lontaran bahan letusan ini berbahaya terutama bagi penduduk yang tinggal di kampung-kampung yang berdekatan dengan pusat letusan. Lontaran bahan letusan yang paling berbahaya terjadi pada saat letusan mengarah ver-tikal atau jenis letusan vulkanian dan plinian
  • Hujan abu: ancaman hujan abu tidak boleh dipdanang remeh. Abu akibat letusan gunungapi bisa membubung tinggi ke udara dan menyebar dalam jangkauan yang sangat Iuas. Abu letusan gunung Krakatau (1883) membubung menembus atmosfir, menghalangi sinar matahari dan mempengaruhi iklim bumi selama berbulan-bulan. Dalam kasus-kasus letusan gunungapi, hujan abu bisa menyebabkan terjadinya iritasi tenggorokan atau gangguan saluran pernafasan. Hujan abu juga bisa merusak dan mematikan tanaman pertanian penduduk.
  • Gas beracun: gas beracun bersumber dari letusan gunungapi yang mengeluarkan gas karbon oksida (CO), karbon dioksida (CO2), asam klorida (HCN), hidrogen sulfida (HS), sulfur dioksida (SO2), dan sebagainya, dimana bila konsentrasinya melebihi ambang batas yang bisa ditoleransi manusia, maka gas-gas tersebut menjadi gas pembunuh. Meski demikian tidak semua gunungapi mengeluarkan gas gas beracun pada saat terjadi letusan.
  • Lahar Letusan: lahar letusan hanya terjadi pada gunungapi yang memiliki danau atau kawah. Lahar letusan terjadi cukup besar sehingga menjadi ancaman langsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas. Contoh gunung dengan ancaman lahar letusan adalah gunung Kelud di Jatim.

Bahaya tidak langsung: merupakan bahaya akibat letusan gunungapi yang terjadi setelah atau selama letusan gunungapi tersebut terjadi, misalnya bahaya yang ditimbulkan oleh lahar hujan, banjir bdanang, dan longsoran vulkanik.
  • Lahar hujan: merupakan aliran lumpur dan batu dari maetrial hasil erupsi yang karena adanya tambahan air hujan ter-bawa turun dan mengalir sebagai aliran pekat. Dua unsur penyusun lahar adalah endapan hasil erupsi yang berada di lereng gunung dan air yang berasal dari hujan. Risiko lahar menjadi lebih ti nggi bila terjadi hujan lebat dalam beberapa hari/minggu sete!ah letusan.
  • Banjir bandang: longsoran matrial vulkanik lama yang terdapat pada lereng gunungapi karena jenuh air atau curah hujan yang cukup tinggi bisa mengakibatkan banjir bdanang. Berbeda dengan lahar, aliran lumpur- ini tidak begitu pekat namun tetap membahayakan terutama bagi penduduk yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai.
  • Longsoran vulkanik: longsoran vulkanik terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi uap air, alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadi rapuh, atau karena gempa bumi berintensitas kuat. Longsoran vulkanik termasuk kasus yang jarang terjadi.

Penetapan Status Bahaya
Penetapan status bahaya gunungapi ditentukan berdasarkan ada tidaknya peningkatan aktifitas gunungapi yang bersangkutan yang ditunjukkan oleh hasil pemantauan parameter (data) terhadap gunungapi tersebut.
Normal (Level I) : Gunungapi dengan status ini berarti tidak menunjukkan adanya anomali dan tidak menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan aktifias. Pada level ini, aktifras gunung tetap berada pada level yang paling rendah. Meski demikian pada status aktif normal ini gunungapi tersebut tetap menunjukkan aktifitas vulkanisnya. Pengertian normal dalam hal ini berarti suatu kondisi di mana tingkat aktifitas gunungapi tersebut memiliki risiko bahaya pada tingkat terendah.
Waspada (level II) : Pada tingkat ini, satu atau beberapa parameter (data) pemantauan menunjukkan kecenderungan peningkatan. Sebagai contoh apabila terjadi peningkatan laju pertumbuhan kubah maka status akan dinaikkan menjadi ‘waspada'. Sehingga dapat dikatakan bila suatu gunungapi dinyatakan dalam keadaan ‘waspada' maka dipastikan telah terjadi anomaly pada data pemantauan, apakah itu dalam hal data seismik, deformasi, magnetik, kimia, suhu, kubah lava atau dalam hal perubahan morfologi puncak.
Siaga (Level III) : Pada tingkat ini beberapa parameter atau data pemantauan telah menunjukkan adanya kecenderungan akan terjadi erupsi atau bahkan letusan. Sebagai contoh, kenaikan gempa yang mencolok diiringi dengan pertumbuhan kubah lava dan longsoran lava pijar. Bila kecenderungannya terjadi kenaikan maka status gunungapi tersebut akan dinyatakan dalam keadaan “siaga'.
Awas (Level IV) : Status Awas dinyatakan apabila ada kemungkinan besar gunungapi akan meletus atau dalam keadaan aktivitas tertinggi yang dapat membahayakan penduduk. Letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap.

Managemen Letusan
Pengamatan,pemantauan,pencatatan,penyebaran informasi, hingga rekomendasi dan peringatan tanda bahaya terhadap aktifitas sebuah gunungapi merupakan salah satu bagian dari managemen letusan secara keseluruhan. Di semua gunungapi aktif, pemerintah melalui Direktorat Vulkanologi selalu menempatkan petugas di lapangan untuk mengamati dan mencatat aktifitas gunungapi dari waktu ke waktu. Dalam struktur organisasi penanggulangan bencana pemerintah Direktorat Vulkanologi adalah anggota dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Semua informasi terkait dengan aktifitas gunungapi dalam masa krisis vulkanik akan dikirimkan kepada BPBD Kabupaten dan Provinsi.
  • Pada status aktif normal: Pemantauan dan pengamatan diiakukan namun dengan frekuensi yang tidak terlalu intensif.
  • Pada status VVaspada : Mulai diberlakukan piket harian di luar jam kerja untuk memantau perkembangan aktifitas gunungapi yang bersangkutan. Pemantauan aktifitas gunungapi tersebut baik dari aspek geologi, fisika, dan kimia serta pemantauan visual (tinggi asap, suhu solfatar, suhu air kawah dan suhu air panas) dari pos lebih ditingkatkan lagi freikuensinya. Semua informasi tersebut akan disampaikan kepada pemerintah daerah seminggu sekali.
  • Pada Status Siaga : Pada status ini laporan harian terhadap perkembangan aktifitas gunungapi mulai diberiakukan. Informasi disampaikan kepada pemerintah daerah sekali setiap hari. lnformasi ini juga disampaikan melalui radio komunikasi. Beberapa ahli akan ditempatkan di pos pemantauan yang terdekat dengan pusat aktifitas gunungapi tersebut.
  • Pada status Awas: Bila gunungapi ditetapkan statusnya dalam keadaan ‘awas’, maka daerah-daerah yang berkemungkinan terkena ancaman letusan dianjurkan untuk dihindari, dengan mengosongkan daerah tersebut dan mengevakuasi penduduk ke tempat yang aman. Penyebaran informasi kepada masyarakat teruus menerus dilakukan dengan memanfaatkan semua media yang ada: media cetak, media elektronik, internet, dan sebagainya.

Bersiap Menghadapi Letusan Gunungapi
Masyarakat yang secara turun-temurun tinggal di kawasan gunungapi pada umumnya sangat mengenal karakteristik gunungapi bersangkutan. Dengan kearifan lokal yang dimiliki, cerita dari nenek moyangnya, serta pengetahuan yang mereka dapatkan dari tempat lain menjadi modal berharga untuk melakukan tindakan terbaik jika sewaktu-waktu terjadi letusan. Bagi mereka gununung ber-api yang mereka tempati merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Mudah dimengerti jika sampai sekarang masih banyak masyarakat yang mendiami kawasan gunungapi dan menjadikannya sebagai sumber kehidupan meski bahaya mengintai setiap saat. Dengan dasar itu, semua upaya untuk pengurakan risiko bencana akibat letusan gunungapi harus menempatkan masyarakat sebagai subyek. Mereka harus terlibat aktif dalam usaha mengurangi risiko bencana yang mungkin terjadi akibat gunung meletus.

Sebelum Terjadi Letusan Gunungapi
  • Mengenali lingkungan/daerah tempat kita tinggal. Masyarakat harus mengenali daerah di mana dia tinggal. Di mana saja titik-titik rawan bahaya sehingga tidak boleh didekati; sungai, lereng, ruang terbuka, daerah aliran lahar, daerah longsoran dll.
  • Merencanakan titik kumpul, jalur/arah, dan tujuan evakuasi. Titik kumpul, arah/jalur dan tujuan evakuasi Jalur di kawasan gunungapi disesuaikan dengan kecenderungan ancaman dan bahaya yang sering terjadi di gunung tersebut. Seperti juga upaya kesiapsiagaan lainnya, masyarakat harus terlibat dalam pembuatan jalur evakuasi ini sejak perencanaan awal.
  • Pengenalan bahaya -bahaya gunungapi ditingkat keluarga. Semua anggota keluarga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas gunungapi, memahami bahaya-bahaya dan risiko yang dapat ditimbulkan, mengantisipasi timbulnya bahaya tersebut, dan tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunungapi. Mengetahui apa arti status aktif normal, waspada, siaga, awas, dll. Semua hal tersebut bisa didiskusikan dengan semua anggota keluarga.
  • Kemasi barang-barang penting keluarga. Barang-barang penting keluarga seperti surat-surat berharga, kartu identitas, pakaian dan bekal makan-minum dikemas dan disiapkan di tempat yang mudah dijangkau. Tinggal angkut bila harus melakukan evakuasi setiap saat.
  • Siapkan alat penera ngan darurat. Persiapkan alat penerangan darurat seperti senter atau obor untuk kebutuhan anggota keluarga. Alat penerangan darurat dibutuhkan jika harus melakukan evakuasi pada malam hari atau saat terjadi hujan abu yang gelap.
  • Membuat bunker/Rulinda (Ruang Perlindungan Darurat). Bunker perlindungan ini sifatnya hanya sementara untuk penyelamatan darurat bersama bila terjadi bencana yang sifatnya mendadak dan diluar prediksi. Contoh daerah yang sudah menerapkan pembuatan bunker-bunker ini adalah Pemerintah Kabupaten Sleman (D.IY), yang sebagian wilayahnya berisiko tinggi dari letusan gunung Merapi.
  • Bentuk tim Siaga Bencana Kampung. Masyarakat bisa mengorganisir diri dengan membentuk tim siaga bencana di masing-masing kampung. Tim siaga bencana ditingkat kampung ini bisa didanalkan bila diperlukan sementara bantuan dari luar belum datang. Masyarakat tidak harus bergantung sepenuhnya kepada tim -tim penyelamatan dari lembaga pemerintah/swasta.
  • Komunikasi dan Peringatan tanda bahaya. Bila letusan gunungapi terjadi, masyarakat bisa memanfaatkan alat-alat komunikasi tradisional yang biasa digunakan di daerah itu untuk pemberitahuan tdana bahaya kepada penduduk. Misalnya penggunaan kentongan. Dukungan alat komunikasi radio akan sangat membantu masyarakat terutama bila diperlukan koordinasi untuk pengambilan keputusan tindakan pada saat-saat genting. Masyarakat juga harus mengetahui arti dari bunyi sirine tdana bahaya serta tahu alat-alat yang dipasang untuk memantau aktifitas gunungapi dan ikut bersama-sama menjaganya.

Ketika Terjadi Letusan Gunungapi
  • Menghindari daerah yang rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan sungai serta daerah lainnya yang rawan sebagai daerah aliran lahar.
  • Untuk melindungi dari bahaya gas beracun gunakan master gas atau saputangan yang dibasahi dengan air.
  • Untuk mengurangi dampak negatif dari abu vulkanik, lakukan perlindungan sederhana dengan menggunakan masker penutup hidung dan mulut dari kain. Perlindungan tambahan untuk menutup kepala bisa menggunakan helm, topi bambu atau karton.
  • Persiapkan diri untuk kemungkinan terjadinya bencana susulan. Hal ini pentingnya karena kenyataannya banyak kasus letusan gunungapi tidak hanya berlangsung dalam waktu satu atau dua hari, tetapi bisa berminggu-minggu, bahkan ada yang berbulan-bulan.
  • Untuk melindungi mata agar tidak kemasukan abu letusan atau matrial lainnya, gunakan kacamata pelindung.
  • Untuk melindungi dari bahaya awan panas, gunakan pakaian yang menutup seluruh anggota badan, dan tutup wajah dengan kedua telapak tangan atau pelindung lainnya.
  • Untuk perlindungan sementara, bisa menggunakan bunker-bunker perlindungan. Segera mengungsi ke tempat evakuasi.

Tindakan Setelah terjadi Letusan Gunungapi
  • Jauhi wilayah yang terldana awan panas dan daerah rawan bencana lainnya
  • Periksa keadaan Dana dan anggota keluarga. Lengkap atau tidak, ada yang terluka atau tidak. Bila terluka, lakukan pertolongan pertama pada kecelakaan.
  • Berikan prioritas pertolongan kepada orang-orang yang termasuk dalam kelompok rentan (orang lanjut usia, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penderita penyakit serius, dan orang dengan kemampuan berbeda).
  • Bila keadaan mengharuskan untuk mengungsi, persiapkan barang dan kebutuhan-yang penting saja. Hindari barang bawaan terlalu banyak yang akan memperlambat perjalanan.
  • Terus memantau perkembangan aktifitas gunungapi melalui radioh,televisi,atau media informasi lainnya.

Evakuasi
  • Evakuasi/pemindahan masyarakat ke tempat yang aman sebaiknya dilakukan sebelum terjadinya letusan, terutama bila status gunungapi bersangkutan sudah ditetapkan ‘awas' dan arah ancaman sudah diketahui. Bila evakuasi lebih dini bisa dilakukan maka akan meminimalkan jatuhnya korban, dibdaning evakuasi yang baru dilakukan ketika sudah terjadi letusan.
  • Selama proses evakuasi berjalan, usahakan kita tetap tenang, tidak panik. Tindakan saling dorong, berdesak-desakan, bisa berakibat fatal. Bawalah barang-barang seperlunya saja yang benar-benar dibutuhkan, dan jangan memberatkan di perjalanan.
  • Bila tempat dan jalur evakuasi sudah ditentukan, ikuti petunjuk dari petugas yang ada. Petugas yang ada akan mengarahkan kita bagaimana dan ke mana evakuasi dilakukan.
  • Orang berusia lanjut, anak -anak, perempuan, penderita penyakit serius dan ibu hamil perlu diprioritaskan untuk dibantu dalam proses evakuasi. Mereka adalah kelompok rentan yang memiliki risiko besar terkena dampak gunung meletus.

Letusan-letusan yang Melegenda
Gunung Krakatau, Indonesia. Tanggal 27 Agustus 1883, gunung yang terletak di selat Sunda ini meletus dan menghamburk an debu vulkanis setinggi 80 kilometer. Dentumannya terdengar hingga jarak 4.500 kilometer jauhnya dari pusat ledakan di Selat Sunda. Letusan itu terdengar hingga Birma (Myanmar) dan Australia. Dentuman suara letusan gunung Krakatau hamper setara dengan 21.547,6 kali letusan bom atom. Semburan materi Gunung Krakatau berjatuhan menutupi daerah seluas 800.000 kilometer. Selama tiga hari penuh Pulau Jawa dan Sumatera tertutup hujan abu. Tercatat, 36.000 orang meninggal dunia akibat letusan hebat ini.
Gunung Tambora, NTB-Indonesia. Gunung Tambora, Pulau Sumbawa (NTB) meletus 10 April 1815. Letusan itu memuntahkan material sebanyak 100-I 50 kilometer kubik dan tersebar hingga 1.300 kilometer jauhnya. Bongkahan letusan melayang hingga mencapai ketinggian 44 kilometer. Saking dahsyatnya dampak letusan itu menyebabkan terjadinya penurunan suhu giobal,karena abu yang dilontarkannya menghalangi sinar matahari.Tahun itu dikenal juga sebagai tahun tanpa musin panas. Letusan gunung Tambora menyebabkan 10.000 orang meninggal langsung dan 82.000 jiwa lainnya meninggal tidak langsung, akibat kelaparan dan terserang penyakit menular.
Gunung Agung, Bali-Indonesia. Berdasarkan catatan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), sejak tahun 1800-an gunung Agung telah meletus sebanyak 4 (empat) kali, yaitu tahun 1808, 1821, 1843, dan 1963. Letusan paling bersejarah adalah tanggal 18 Pebruari 1963, dan baru berakhir tanggal 27 Januari 1964. Letusan eksplosif melontarkan batuan berpijar ke udara, pecahan lava, hujan piroklastik dan abu, serta aliran awan panas dan aliran lava. Dalam kurun waktu hampir setahun tersebut, letusan gunung Agung mengakibatkan sedikitnya 1.148 orang meninggal dan 296 orang lainnya luka-luka.
Gunung Vesuvius, Italia. Gunung Vesuvius meletus berkali-kali. Catatan pertama yang merekam letusan gunung Vesuvius adalah pada 24 Agustus 79 M, dimana letusan ini menghancurkan kotakota seperti Pompeii, Oplontis, Stabiae dan meluluhlantakkan pelabuhan Herculaneum. Korban meninggal akibat letusan ini lebih dari 30.000 jiwa. Letusan berikutnya terjadi tahun 1631, 1779, 1794, 1882, 1872, 1906, 1929, dan terakhir tahun 1944. Letusan 16 Desember 1631 juga tercatat sebagai letusan hebat. Sedikitnya 4.000 jiwa melayang akibat tersapu banjir lumpur dan lava.
Gunung Pelee, Perancis. Tanggal 8 Mei tahun 1902, gunung Mont Pelee di Kepulauan Karibia, Perancis, meletus dan menghancurkan kota St. Pierre dan menewaskan 30.000 penduduknya akibat tersapu awan panas. Hanya satu orang yang selamat dalam peristiwa ini. Gunungapi itu meletus pada pagi hari dan tercatat sebagai salah satu letusan gunung terbesar yang paling banyak menimbulkan korban jiwa dalam sejarah, selain Ietusan gunung Krakatau dan Tambora di Indonesia.
Gunung Nevada del Ruiz (1985). Gunung Nevada del Ruiz terletak di Pegunungan Danes, negara Columbia. Pada 13 November 1985, gunung ini meletus yang menimbulkan lautan lumpur dan menyapu kota Armero. Akibatnya, lebih dari 23.000 jiwa melayang. Mereka terkubur
hidup-hidup ketika hampir semua penduduk tertidur lelap jam 11 malam, lahar dingin datang dan dengan cepat mengubur seluruh isi kota.
Gunung Pinatubo, Filiphina. Gunung Pinatubo meletus pada 16 Juni 1991,setelah lama ‘tidur lelap' selama hampir 600 tahun. Letusan terjadi berulang kali selama bulan Juni dan Juli tahun itu. Lahan-lahan pertanian rusak, dan korban meninggal akibat letusan ini ratusan orang. Seperti halnya letusan gunung Tambora, gas SO2 yang dilontarkan G. Pinatubo menyebabkan penurunan suhu global selama setahun.


















Bahan Bacaan 2.
Menjadi Fasilitator
Oleh: Sigit Widdiyanto2 dan Tanty S. Thamrin3


Seorang GURU mengajar dan mengerjakan suatu proses untuk mentransfer ilmu tersebut.
Seorang PELATIH melatih suatu ketrampilan.
Apakah yang dilakukan oleh seorang fasilitator?
- Mengerjakan suatu proses untuk mentransfer ilmu? – YA-
- Melatih suatu ketrampilan? –YA-
- TETAPI TIDAK DENGAN CARA MENGGURUI

Fasilitator menciptakan suatu keadaan yang memungkinkan semua peserta untuk:
- mendapatkan pengalaman baru
- membantu peserta untuk mengemukakan pengalamannya
- membantu peserta untuk menata kembali pengalaman lama dengan cara yang baru

Hal tersebut diatas penting bagi fasilitator agar dapat tergugah untuk dapat mencoba melakukan perbaikan terhadap sikap dan perilaku – karena seorang FASILITATOR membawakan sikap dan perilaku yang berbeda dari pada seorang guru atau pelatih.

Ciri-ciri Umum yang sebaiknya dimiliki oleh seorang fasilitator:
    1. Mempunyai empatI: bersatu dan menyatu dengan peserta, merasakan apa yang dirasakan oleh peserta dan memahami jalan pikiran peserta.
    2. Bersikap wajar: tidak mencoba tampil lebih pintar, lebih hebat, lebih ahli daripada yang sebenarnya.
    3. Menunjukkan rasa hormat: pandangan positif terhadap peserta, menghargai perbedaan, pengetahuan, pengalaman, kedudukan, kemampuan, kelemahan dan tradisi (adat -istiadat) peserta.
    4. Hadir secara utuh: walaupun kadang-kadang letih dan bosan namun tetap berkonsentrasi pada peserta dan situasi belajar – bila sudah sangat letih sebaiknya digantikan oleh anggota team fasilitator lainnya.
    5. Mengakui kehadiran peserta: semua peserta mempunyai hak untuk diperhatikan dan mengeluarkan pendapat dan berkewajiban untuk menghormati pendapat orang/peserta lainnya.
    6. Bersikap terbuka: dalam mendengarkan peserta tanpa penilaian yang terlalu dini/awal dengan ukuran dan konsep sendiri; tidak ngotot apabila ada konsep atau pemikiran yang berbeda; dalam mengungkapkan diri, membagi dan sharing dengan peserta.
    7. Tidak menggurui: sebab setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan tidak dapat disalahkan atau dibenarkan. Seorang fasilitator harus mendengarkan pendapat dari semua peserta dan dapat mengambil intisari dari pendapat-pendapat maupun pengalaman tersebut. Fasilitator tidak dalam posisi sebagai pihak yang lebih pintar dan orang dewasa tidak suka bila digurui.
    8. Tidak menjadi ahli: dalam segala bidang, kalau tidak tahu harus mengakui bahwa dirinya tidak tahu (dengan cara yang diplomatis) dan apabila tahu sebaiknya memberi kesempatan kepada peserta terlebih dahulu untuk mengungkapkan pengetahuannya.
    9. Tidak menginterupsi : memutus pembicaraan peserta karena tidak sabar, bila peserta bertele-tele boleh diperingatkan secara taktis – bila ada peserta yang sangat senang mendengarkan suaranya sendiri dan tidak memberikan kesempatan pada peserta lain untuk berbicara – minta salah satu anggota tim fasilitator untuk menangani peserta tersebut secara pribadi sehingga tidak mengacaukan peserta yang lain.
    10. Tidak berdebat: dengan satu orang peserta, bila ada peserta yang menyanggah jawaban fasilitator – jadikan sebagai bahan diskusi umum.
    11. Tidak memihak: bila terjadi perdebatan antara peserta –upayakan perdebatan tersebut melalui jalur yang benar dan tidak hanya dimonopoli oleh 2 orang peserta yang berdebat – jadikan diskusi umum dengan cara taktis.
    12. Tidak bekerja sendiri: upayakan dalam memfasilitasi suatu kegiatan terdiri dari beberapa orang anggota team fasilitator yang telah berbagi tugas dan bersiap menggantikan bila keadaan membutuhkan.

Sikap Badan Fasilitator
Sama halnya dengan seorang aktor diatas panggung, seorang fasilitator menjadi pusat perhatian dan pandangan seluruh peserta. Sikap tubuh dan gerakan fasilitator juga bisa memberikan dampak terhadap jalannya kegiatan.

Sikap Badan yang baik, antara lain:
1. Pandangan Mata harus penuh perhatian dan diarahkan pada semua peserta – pandangan mata pada saat berkonsentrasi (awal pertemuan) paling baik diarahkan pada 1 jengkal diatas kepala peserta untuk memusatkan perhatian peserta pada dana – kontak mata langsung dengan peserta dapat dilakukan sesekali bila ingin mencoba menggali/meminta pendapat dari peserta tersebut atau menarik minatnya untuk mengemukakan sesuatu. Jangan terlalu sering mengarahkan pandangan kepada salah seorang peserta.
2. Variasi dalam sikap tubuh – selain menghilangkan kebosanan juga menunjukkan perhatian fasilitator pada peserta. Jangan duduk terus atau berdiri terus disuatu tempat. Menghampiri peserta yang sedang mengemukakan pendapatnya atau peserta yang menunjukkan minat dalam hal tertentu selain membuat fasilitator dapat “menguasai” perhatian peserta juga menunjukkan respect (rasa hormat) pada peserta yang sedang mengemukakan pendapat tersebut.
3. Tangan jangan digerakkan liar dan tanpa arti. Untuk orang Indonesia, menunding atau menunjuk dengan telunjuk seringkali dianggap tidak sopan – bila harus menunjuk seseorang, pergunakan sikap tangan terbuka keatas dengan seluruh jari terbuka dan diarahkan pada orang tersebut.
4. Langkah harus mantap dan bertujuan – jangan memberi gambaran orang yang sedang tegang atau gugup.
5. Senyum – harus tahu kapan menyunggingkan senyum, kapan berwajah serius – jangan menunjukkan wajah marah atau kesal.
6. Pakaian yang wajar dan sopan sesuai dengan lingkungan peserta. Jangan terlalu mewah, jangan terlalu berbeda dengan peserta. Tetapi jangan terlalu berlebihan menyesuaikan diri dengan peserta – fasilitator jangan ikut-ikutan bersandal jepit dan bercelana robek karena peserta menggunakannya – harus diingat bahwa seorang fasilitator harus menunjukkan perilaku yang sopan santun dan bersahaja.
7. Suara adalah hal paling penting bagi seorang fasilitator – suara harus terdengar jelas, tidak berbicara terlalu cepat, lambat, keras ataupun lemah. Bila tidak menggunakan mikrofon upayakan agar suara dapat terdengar jelas oleh seluruh peserta – bila menggunakan mikrofon jaga agar suara yang ditimbulkan tidak terlalu lantang dan memekakkan telinga. Pada saat kegiatan berlangsung – hindari suara-suara lain selain suara fasilitator dan peserta. Buat kode-kode dengan anggota team fasilitator lainnya untuk mengisyaratkan kebutuhan tertentu sehingga tidak mengacaukan konsentrasi peserta.

Mendengarkan Secara Efektif
Seorang fasilitator harus mempunyai kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik dan
secara efektif dapat mengambil intisari dari yang didengarkannya.
Panduan Pendengarkan Secara Efektif, antara lain :
  1. Belajar Mendengarkan : dengarkan pendapat peserta secara penuh – jangan memotong dan jangan membiarkan peserta lain memotong, gunakan cara taktis untuk membuat peserta mengungkapkan pendapatnya secara ringkas dan jelas.
  2. Dengarkan dengan efektif : pada saat peserta berbicara – upayakan temukan kata-kata kunci dari pokok pembicaraannya (dapat dituliskan bila perlu).
  3. Dengarkan artinya : fokuskan perhatian pada pokok pembicaraan/diskusi – upayakan tangkap maksud/arti sesungguhnya dari setiap pembicaraan tersebut.
  4. Perhatikan arti Komunikasi Non-Verbal : seorang yang mendengarkan dengan efektif akan menggunakan matanya lebih baik daripada telinganya – bersamaan dengan memfungsikan telinga dana untuk mendengarkan secara verbal – fungsikan kedua mata dana untuk mendeteksi komunikasi non verbal dari pembicara : perhatikan ekspresi wajahnya, arah pandangan mata dan durasi pandangan tersebut – perhatikan juga ekspresi dari peserta yang lain pada saat tersebut.
5. Perhatikan volume dan nada bicara peserta.
6. Berikan ruang “berbicara dan mendengarkan” secara adil bagi peserta.
7. Jangan mengambil asumsi awal.
8. Jangan membentrokkan pendapat satu peserta dengan peserta lainnya.
9. Upayakan untuk menangkap instisari dari semua pembiacaraan/pendapat peserta.
10. Lebih realistis untuk mengakui adanya perbedaan dalam hal kekuasaan dan budaya dan mengajak peserta untuk mengembangkan prinsip-prinsip kerjasama untuk mengatasi perbedaan tersebut daripada berusaha menciptakan “arena kerjasama yang sama rata”.

Petunjuk Praktis Fasilitator
Kerjasama Tim Fasilitator:
1. Kerjasama tim fasilitator yang baik menjadi kunci keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan.
2. Sebelum fasilitator melakukan fasilitasi, pastikan telah membaca dan mengikuti proses yang dituangkan dalam buku panduan ini termasuk referensi pendukung lainnya. Diskusi dengan anggota fasilitator yang lain langkah demi langkah fasilitasi yang akan dilaksanakan oleh fasilitator pada setiap pokok bahasan. Pentingnya saling memahami proses fasilitasi setiap fasilitator adalah untuk saling mengisi dan memperkuat fasilitasi.
3. Untuk memastikan masing-masing fasilitator telah memahami proses sebaiknya lakukan mikro teaching diantara fasilitator – masing-masing fasilitator penting untuk mengetahui setiap kata kunci akhir memfasilitasi (ending) sehingga fasilitator berikutnya dapat menghubungkan dengan topik yang akan dibahas.
4. Tim fasilitator dalam menggunakan panduan ini, diharapkan menyesuaikan dengan karakteristik dengan situasi dan daerah setempat secara kreatif dan inovatif. Disamping itu harus tetap merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kerjasama dengan Panitia Penyelenggara:
  1. Disamping itu fasilitator sangat diperlukan kerjasama yang baik dengan panitia penyelenggara dengan memastikan segala kebutuhan dan pengaturan tempat pelatihan sesuai dengan skenario sehingga akan mempermudah mencapaian tujuan.
  2. Sebelum pelatihan dimulai fasilitator sebaiknya melihat kembali seluruh persiapan dan alat-alat yang akan dipergunakan, mulai dari spidol, flip chart, OHP (bila diperlukan), pengaturan
tempat duduk, penyinaran ruangan, dll. Dari sini fasilitator dapat menentukan cara terbaik
bagaimana memanfaatkan peralatan atau media yang tersedia berdasarkan keadaan
tersebut dengan proses yang separtisipatif mungkin.

Pertanyaan Kunci dalam memilih peserta:
  1. Apakah orang ini mewakili kelompok yang memiliki kepentingan dalam tindakan ataupun keputusan yang diusulkan?
  2. Apakah orang ini akan berperan dalam menerapkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan dalam proses ini kearah tindakan atau keputusan yang diusulkan?
  3. Apakah ada mekanisme tanggungjawab untuk memastikan bahwa orang ini mewakili kelompok secara adil dan transparent?
  4. Apakah orang ini memiliki ketrampilan komunikasi, analisis dan hubungan antar pribadi yang memadai hingga dapat berpartisipasi secara efektif?

Penggunaan dan Pemanfaatan Peralatan:
  1. Bahan atau alat bantu memfasilitasi adalah merupakan factor pendukung dalam fasilitasi seperti lembar bacaan, lembar tugas, studi kasus, bahan penyegar suasana (ice breaking) oleh sebab itu harus dipersiapkan sebaik mungkin.
  2. Pada akhirnya penguasaan materi dan pengalaman memfasilitasi akan sangat membantu dan mengembangkan penerapan buku panduan ini.

Memilih dan Menyiapkan Permainan dan Penyegaran Suasana:
  1. Suasana belajar yang akrab dan tidak tegang akan membantu proses penyerapan dan pengusaaan peserta terhadap materi bahasan. Untuk menghindari kejenuhan diperlukan alat Bantu permainan atau penyegaran suasana (ice breaking) yang sesuai dengan topic bahasan.
  2. Pemilihan permainan dan penyegaran suasana perlu dipersiapkan dengan baik dan dalam pelaksanaannya memegang pronsip semua harus terlibat dalam proses.
  3. Setiap permainan bisa dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian dengan materi dan waktu yang tepat. Adakalanya cukup dengan cerita lucu pengalaman seseorang yang terakit dengan topik – dapat juga dengan gerakan anggota badan untuk memperlancar sensoris dan motorik peserta.
  4. Yang terpenting dengan penggunaan alat permainan atau penyegaran suasana adalah analisa, pelajaran apa yang diperoleh dari permainan atau ceritera kaitannya dengan materi yang sedang, sudah atau akan dibahas.
1 Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana – LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta

2 Kappala Indonesia

3 DRR Program Manager, ChildFund Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar