1.Sejarah Letusan Merapi
Pada periode 3000-250 tahun yang lalu tercatat lbh kurang 33 kali letusan, dimana 7 diantaranya merupakan letusan besar, dari data tersebut menunjukkan bahwa letusan besar terjadi sekali dalam 150-500 tahun (Andreastuti dkk,2000).
Erupsi pada abad ke 19 jauh lebih besar dari letusan abad ke 20, dimana awan panas mencapai 20 Km dari puncak.kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall,2000)
Periode erupsi Gunung merapi tidak teratur, di masa masa istirahatnya bervariasi 1-18 tahun, dengan rata rata 4 tahun,
2.Karakteristik Gunung Merapi
Gunung Merapi berada di Pulau jawa bagian tengah tepatnya di perbatasan provinsi jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.Gunung merapi merupakan gunung api tipe strato, yaitu gunung api yang terbangun oleh perselingan antara aliran lava dan endapan piroklastik.
Kubah lava memainkan peranan penting dlm proses letusan yg menjadi ciri khas Gunung merapi yaitu adnya penghancuran dan pertumbuhan kubah lava, kubah lava terjadi karena magma dengan kekentalan tinggi keluar ke permukaan selanjutnya mengalami pendinginan dan membeku di dalam kawah membentuk gundukan kubah lava,
Jika kubah lava berkembang melebihi limit spesifik yang berkaitan dengan kekuatan,ketebalan, dan kemiringan lereng serta adanya gaya gravitasi maka kubah lava akan runtuh membentuk awan panas, fenomena ini disebut sebagai letusan efusif.sedangkan letusan eksplosif Gunung Merapi terjadi karena tekanan gas dalam magma cukup tinggi, sehingga mampu menghancurkan dan melontarkan kubah lava ke segala arah serta membentuk kolom letusan vertikal yang mencapai ketinggian antara 9-10 Kilo meter.
berbagai ancaman bahaya, seperti awan panas,guguran lava pijar dan hujan abu ditimbulkan oleh letusannya.di samping bahaya primer tersebut, masih terdapat ancaman bahaya sekunder berupa lahar hujan, lahar hujan dapat terjadi ketika endapan awan panas atau matreal lama yang belum terkonsolidasi kuat yang berada di bagian hulu terkena hujan dengan intensitas tinggi.
3.Persepsi masyarakat di sekitar Gunung Merapi
sebagai Gunung api teraktif , gunung merapi mejadi salah satu gunung yang paling sering di amati dan di pelajari di dunia.berbagai riset yang menganalisa perilaku masyarakat sekitar Gunung merapi.
Salah satu riset yang pernah di lakukan oleh Schele (1966 dan 2007) adalah menganalisis perilaku masyarakat tentang pengetahuan bahaya dan persepsi risiko sebelum, selama dan sesudah terjadinya letusan Gunung merapi tahun 1994 (sungai boyong) dan 2006 (sungai Gendol).
sebelum terjadi awan panas pada erupsi 1994 yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa 69 orang , masyarakat Turgo tidak merasa pada daerah berbahaya karena merasa dilindungi oleh keberadaan bukit turgo dan plawangan. hal yang sama juga di akui oleh masyarakat di sepanjang sungai Gendol yang berpikir mereka aman karena terlindung oleh bukit Geger boyo. sayangnya anggapan ini salah, penngkatan volume kubah lava baru telah menyebabkan Geger boyo runtuh pada tanggal 5 juni 2006, dan empat hari kemudian aliran piroklastik mulai memasuki sungai Gendol.
Persepsi yang sama juga di akui oleh penduduk Cangkringan sebelum letusan Oktober 2010 yang lalu, mereka semua merasa tidak berada dalam ancaman bahaya letusan gunung Merapi.Demikian halnya dengan penduduk di Kaliurang.mereka terkejut ketika daerah yang di anggap aman ternyata terkena awan panas juga.
Masyarakat kerap memperkirakan bahwa kemungkinan aktifitas gunung api yang terjadi akan membahayakan mereka, barangkali ini disebabkan oleh pengetahuan meraka yang kurang tentang bahaya letusan gunung api. sebagai contoh ketika terjadi letusan tahun 1994 warga sekitar Gunung Merapi berteriak "lahar, lahar......!!!! ketika mereka melihat aliran piroklastik memasuki lembah boyong, mereka baru sadar akan bahaya Gunung api, sayangnya mereka tidak menyadari bahwa piroklastik mampu mengalir dan melimpas naik ke atas bukit bukit kecil.
Demikian juga Pada tahun 2006 , masyarakat sungai gendol tidak berpikir bahwa kubah lava tua akan runtuh, merka tidak menyadari bahwa aliran piroklastik dapat berkembang dari waktu kewaktu.bahkan pada erupsi 2010 ini dinding selatan Gunung Merapi runtuh menyebabkan aliran piroklastik sejauh 15 km dari Puncak.
Belajar dari peristiwa ini maka informasi tentang kemungkinan bahaya letusan Gunung Merapi harus lebih intens lagi dilakukan. pengetahuan itu akan meningkatkan keyakinan masyarakat bahwa mereka menjadi bagian dari upaya pengurangan resiko bencana. Masyarakat harus menyadari bahwa ilmu gugon tuhon atau firasat seorang tokoh supranatural berkaitangan dengan ancaman bahaya gunung merapi tidak selamanya benar dan di percaya.
Berdasarkan pengalaman tersebut , kita bisa terapkan konsep hidup selaras dengan alam (living in harmony with merapi) dalam pengertian penyesuaian diri terhadap perubahan alam. alam bekerja dengan caranya sendiri, manusialah yang harus menyesuaikan diri dengan alam.
Selasa, 31 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar